Rabu, 06 Februari 2013

Larutan elektrolit dan non elektrolit

Pada tahun 1884, Svante Arrhenius, ahli kimia terkenal dari Swedia mengemukakan teori elektrolit yang sampai saat ini teori tersebut tetap bertahan padahal ia hampir saja tidak diberikan gelar doktornya di Universitas Upsala, Swedia, karena mengungkapkan teori ini. Menurut Arrhenius, larutan elektrolit dalam air terdisosiasi ke dalam partikel-partikel bermuatan listrik positif dan negatif yang disebut ion (ion positif dan ion negatif) Jumlah muatan ion positif akan sama dengan jumlah muatan ion negatif, sehingga muatan ion-ion dalam larutan netral. Ion-ion inilah yang bertugas mengahantarkan arus listrik. Larutan yang dapat menghantarkan arus listrik disebut larutan elektrolit.
Larutan ini memberikan gejala berupa menyalanya lampu atau timbulnya gelembung gas dalam larutan.
Larutan elektrolit mengandung partikel-partikel yang bermuatan (kation dan anion). Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Michael Faraday, diketahui bahwa jika arus listrik dialirkan ke dalam larutan elektrolit akan terjadi proses elektrolisis yang menghasilkan gas. Gelembung gas ini terbentuk karena ion positif mengalami reaksi reduksi dan ion negatif mengalami oksidasi. Contoh, pada laruutan HCl terjadi reaksi elektrolisis yang menghasilkan gas hidrogen sebagai berikut.
HCl(aq)→ H+(aq) + Cl-(aq)
Reaksi reduksi : 2H+(aq) + 2e- → H2(g)
Reaksi oksidasi : 2Cl-(aq) → Cl2(g) + 2e-
Larutan elektrolit terbagi menjadi 2 macam, yaitu elektrolit kuat dan larutan elektrolit lemah
Pada larutan elektrolit kuat, seluruh molekulnya terurai menjadi ion-ion (terionisasi sempurna). Karena banyak ion yang dapat menghantarkan arus listrik, maka daya hantarnya kuat. pada persamaan reaksi, ionisasi elektrolit kuat ditandai dengan anak panah satu arah ke kanan.
Contoh :
NaCl(s) → Na+ (aq) + Cl- (aq)
Contoh larutan elektrolit kuat :
Asam, contohnya asam sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO3), asam klorida (HCl)
Basa, contohnya natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), barium hidroksida (Ba(OH)2)
Garam, hampir semua senyawa kecuali garam merkuri
Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang dapat memberikan nyala redup ataupun tidak menyala, tetapi masih terdapat gelembung gas pada elektrodanya. Hal ini disebabkan tidak semua terurai menjadi ion-ion (ionisasi tidak sempurna) sehingga dalam larutan hanya ada sedikit ion-ion yang dapat menghantarkan arus listrik. Dalam persamaan reaksi, ionisasi elektrolit lemah ditandai dengan panah dua arah (bolak-balik).
Contoh :
CH3COOH(aq) ↔ CH3COO- (aq) + H+ (aq)
Contoh senyawa yang termasuk elektrolit lemah :
CH3COOH, HCOOH, HF, H2CO3, dan NH4OH
Larutan elektrolit dapat bersumber dari senyawa ion (senyawa yang mempunyai ikatan ion) atau senyawa kovalen polar (senyawa yang mempunyai ikatan kovalen polar)
Sedangkan larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik dan tidak menimbulkan gelembung gas. Pada larutan non elektrolit, molekul-molekulnya tidak terionisasi dalam larutan, sehingga tidak ada ion yang bermuatanyang dapat menghantarkan arus listrik.
Contoh : larutan gula, urea

KIMIA

Larutan elektrolit dan non elektrolit

Pada tahun 1884, Svante Arrhenius, ahli kimia terkenal dari Swedia mengemukakan teori elektrolit yang sampai saat ini teori tersebut tetap bertahan padahal ia hampir saja tidak diberikan gelar doktornya di Universitas Upsala, Swedia, karena mengungkapkan teori ini. Menurut Arrhenius, larutan elektrolit dalam air terdisosiasi ke dalam partikel-partikel bermuatan listrik positif dan negatif yang disebut ion (ion positif dan ion negatif) Jumlah muatan ion positif akan sama dengan jumlah muatan ion negatif, sehingga muatan ion-ion dalam larutan netral. Ion-ion inilah yang bertugas mengahantarkan arus listrik. Larutan yang dapat menghantarkan arus listrik disebut larutan elektrolit.
Larutan ini memberikan gejala berupa menyalanya lampu atau timbulnya gelembung gas dalam larutan.
Larutan elektrolit mengandung partikel-partikel yang bermuatan (kation dan anion). Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Michael Faraday, diketahui bahwa jika arus listrik dialirkan ke dalam larutan elektrolit akan terjadi proses elektrolisis yang menghasilkan gas. Gelembung gas ini terbentuk karena ion positif mengalami reaksi reduksi dan ion negatif mengalami oksidasi. Contoh, pada laruutan HCl terjadi reaksi elektrolisis yang menghasilkan gas hidrogen sebagai berikut.
HCl(aq)→ H+(aq) + Cl-(aq)
Reaksi reduksi : 2H+(aq) + 2e- → H2(g)
Reaksi oksidasi : 2Cl-(aq) → Cl2(g) + 2e-
Larutan elektrolit terbagi menjadi 2 macam, yaitu elektrolit kuat dan larutan elektrolit lemah
Pada larutan elektrolit kuat, seluruh molekulnya terurai menjadi ion-ion (terionisasi sempurna). Karena banyak ion yang dapat menghantarkan arus listrik, maka daya hantarnya kuat. pada persamaan reaksi, ionisasi elektrolit kuat ditandai dengan anak panah satu arah ke kanan.
Contoh :
NaCl(s) → Na+ (aq) + Cl- (aq)
Contoh larutan elektrolit kuat :
Asam, contohnya asam sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO3), asam klorida (HCl)
Basa, contohnya natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), barium hidroksida (Ba(OH)2)
Garam, hampir semua senyawa kecuali garam merkuri
Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang dapat memberikan nyala redup ataupun tidak menyala, tetapi masih terdapat gelembung gas pada elektrodanya. Hal ini disebabkan tidak semua terurai menjadi ion-ion (ionisasi tidak sempurna) sehingga dalam larutan hanya ada sedikit ion-ion yang dapat menghantarkan arus listrik. Dalam persamaan reaksi, ionisasi elektrolit lemah ditandai dengan panah dua arah (bolak-balik).
Contoh :
CH3COOH(aq) ↔ CH3COO- (aq) + H+ (aq)
Contoh senyawa yang termasuk elektrolit lemah :
CH3COOH, HCOOH, HF, H2CO3, dan NH4OH
Larutan elektrolit dapat bersumber dari senyawa ion (senyawa yang mempunyai ikatan ion) atau senyawa kovalen polar (senyawa yang mempunyai ikatan kovalen polar)
Sedangkan larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik dan tidak menimbulkan gelembung gas. Pada larutan non elektrolit, molekul-molekulnya tidak terionisasi dalam larutan, sehingga tidak ada ion yang bermuatanyang dapat menghantarkan arus listrik.
Contoh : larutan gula, urea

SEJARAH

ada tahun Isaka 1203 (1281 M) dari negeri Cina datang dua orang putri Raja Ming/Miao Li yang dikenal dengan Mauliwarma Dewa keturunan Thong (Raja Miao Ciang)/Raja Li, Kerajaan Ming artinya Sinar/Surya,wilayah Cina waktu itu Campa/Melayu, Singapura atau Temasek hingga laut Cina Selatan (Nan Hay). Belakangan berhasil di satukan Madjapahit dan Cina di kuasai dinasty Cing/Ming karena Mongol/Khan sudah runtuh, makanya kita disebut bangsa “Indo-Cina” yang jadi cikal bakal bangsa Indonesia.jadi orang yang tinggal di daratan Cina hingga ujung selatan (Melayu) disebut orang Indo-Cina. Daratan Cina ke utara bernama “Mantjupai”. Madjapahit pun simbolnya Surya/Sinar, sedangkan simbol Raja adalah Macan putih. Dua Putri Raja Ming/Miao LI tersebut datang lengkap dengan dayang-dayang, pengawal,para suhu dan lain-lain, kedua putri tersebut adalah “Dara Jingga” dan adiknya “Dara Petak” (Putih), keadatangan Putri Cina ini pada zaman Kerajaan Singhasari yaitu pada masa pemerintahan Sri Kerthanegara/Bathara Siwa tahun isaka 1190-1214 atau tahun (1268-1292 Masehi).
Putri Dara Petak bergelar “Maheswari” diperistri oleh Sri Jayabaya atau Prabu Brawijaya I/Bhre Wijaya/Raden Wijaya, Raja Madjapahit pertama yang juga bergelar “Sri Kertha Rajasa Jaya Wisnu Wardana” pada tahun isaka 1216-1231 atau tahun (1294-1309 Masehi) yang selanjutnya menurunkan Prethi Santana/keturunan bernama “Kala Gemet” yang menjadi Raja Madjapahit kedua pada tahun 1309-1328 M, yang bergelar “Jaya Negara”. Sedangkan Putri Dara Jingga yang bergelar Indreswari atau Li Yu Lan atau Sri Tinuhanengpura (yang dituakan di Pura Singosari dan Madjapahit) diperistri oleh Sri Jayasabha yang bergelar Sri Wilatikta Brahmaraja I atau Hyang Wisesa. Gelar Li adalah dari Raja Tong “Li Ti” (Li Wang Ti) yang mengirim Putri Macan Putih ke Kahuripan, Sri Jayasabha adalah pembesar Singosari dengan pangkat “Maha Menteri”. Putri Dara Jingga dalam lontar dikenal, yang berbunyi: Dara Jingga arabi Dewa Sang Bathara Adwaya Brahma yang selanjutnya menurunkan putra sebanyak enam orang laki-laki yaitu: Sri Cakradara, Arya Dhamar (yang disebut juga dengan Arya Teja alias Kiyayi Nala atau Adityawarman), Arya Kenceng, Arya Kuthawaringin, Arya Sentong dan Arya Pudak yang kemudian menjadi Penguasa/Raja Di Bali [1].
Dilihat dari silsilah (keturunan), Beliau adalah keturunan dari Sri Airlangga, pendiri Kerajaan Kahuripan dan Sri Airlangga adalah putra Sri Udayana Warmadewa, keturunan dari Sri Kesari Warmadewa (Sri Wira Dalem Kesari) raja kerajaan Singhamandawa (Singhadwala) Bali.

Datang di Bali

Pada tahun 1342, pasukan perang Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada selaku Panglima Perang Tertinggi, dibantu oleh Wakil Panglima Perang yang bernama Arya Damar, serta beberapa Perwira antara lain, Arya Kenceng, Arya Sentong, Arya Belog, Arya Kanuruhan, Arya Bleteng, Arya Pengalasan dan Adipati Takung, menyerang Kerajaan Bedulu di Bali. Dalam penyerangannya dibagi:
  • Induk pasukan dipimpin oleh Gajah Mada, penyerbuan dan pendaratan dipantai Timur Pulau Bali.
  • Arya Damar dengan kekuatan 20.000 orang tentara Palembang mengadakan pendaratan dipantai Utara Pulau Bali.
  • Tentara Sunda (Jawa Barat) yang berjumlah 20.000 orang, dipimpin oleh Adipati Takung dengan dibantu oleh tentara bawahan bernama Lagut, mengadakan pendaratan dipantai Barat Pulau Bali.
  • Pendaratan dipantai Bali Selatan, dilakukan serentak oleh 6 Perwira, masing-masing dibawah pimpinan: Arya Kenceng, Arya Sentong, Arya Bleteng, Arya Belog, Arya Pengalasan dan Arya Kanuruhan. Mereka masing-masing memimpin lebih kurang 15.000 orang[2].
Setelah Kerajaan Bedulu ditaklukan, oleh raja Kerajaan Majapahit Ratu Tribhuwana Tungga Dewi, Selanjutnya Gajah Mada membagi daerah kekuasaan kepada beberapa Arya, salah satunya Arya Kenceng diberikan memimpin daerah Tabanan yang Kerajaannya berada di Pucangan/Buahan Tabanan, dengan rakyat sebanyak 40.000 orang[3] dengan batas wilayah sebagai berikut:
  • Batas Timur: Sungai Panahan
  • Batas Barat: Sungai Sapwan
  • Batas Utara: Gunung Batukaru
  • Batas Selatan: Daerah Sanda, Kerambitan, Blumbang, Tanggun Titi dan Bajra
Pada tahun 1343 M beliau membuat istana disebuah desa yang bernama Desa Pucangan atau Buwahan, lengkap dengan Taman Sari di sebelah Tenggara Istana. Beliau memerintah dengan bijaksana sehingga keadaan daerah Tabanan menjadi aman sentosa.
Arya Kenceng mengambil istri putri keturunan brahmana yang bertempat tinggal di Ketepeng Reges yaitu suatu daerah di Pasuruan yang merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Arya Kenceng memperistri putri kedua dari brahmana tersebut sedangkan putri yang sulung diperistri oleh Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan dari Puri Samprangan dan putri yang bungsu diperistri oleh Arya Sentong.
Arya Kenceng sebagai kepala pemerintahan di daerah Tabanan bergelar Nararya Anglurah Tabanan, sangat pandai membawa diri sehingga sangat disayang oleh kakak iparnya Dalem Samprangan. Dalam mengatur pemerintahan beliau sangat bijaksana sehingga oleh Dalem Samprangan beliau diangkat menjadi Menteri Utama. Karena posisi beliau sebagai Menteri Utama, maka hampir setiap waktu beliau selalu berada disamping Dalem Samprangan. Arya Kenceng sangat diandalkan untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh Dalem Samprangan, karena jasanya tersebut maka Dalem Samprangan bermaksud mengadakan pertemuan dengan semua Arya di Bali. Dalam pertemuan tersebut Dalem Samprangan menyampaikan maksud dan tujuan pertemuan tersebut tiada lain untuk memberikan penghargaan kepada Arya Kenceng atas pengabdiannya selama ini.

“Wahai dinda Arya Kenceng, demikian besar kepercayaanku kepadamu, aku sangat yakin akan pengabdianmu yang tulus dan ikhlas dan sebagai tanda terima kasihku, kini aku sampaikan wasiat utama kepada dinda dari sekarang sampai seterusnya dari anak cucu sampai buyut dinda supaya tetap saling cinta mencintai dengan keturunanku juga sampai anak cucu dan buyut. Dinda saya berikan hak untuk mengatur tinggi rendahnya kedudukan derajat kebangsawanan (catur jadma), berat ringannya denda dan hukuman yang harus diberikan pada para durjana. Dinda juga saya berikan hak untuk mengatur para Arya di Bali, siapapun tidak boleh menentang perintah dinda dan para Arya harus tunduk pada perintah dinda. Dalam tatacara pengabenan atau pembakaran jenasah (atiwatiwa) ada 3 upacara yang utama yaitu Bandhusa, Nagabanda dan wadah atau Bade bertingkat sebelas. Dinda saya ijinkan menggunakan Bade bertingkat sebelas. Selain dari pada itu sebanyak banyaknya upacara adinda berhak memakainya sebab dinda adalah keturunan kesatriya, bagaikan para dewata dibawah pengaturan Hyang Pramesti Guru. Demikianlah penghargaan yang kanda berikan kepada adinda karena pengadian dinda yang tulus sebagai Mentri utama.”
Arya Kenceng karena telah lanjut usia, akhirnya beliau wafat dan dibuatkan upacara pengabenan (palebon) susuai dengan anugrah Dalem Samprangan yaitu boleh menggunakan bade bertingkat sebelas yang diwariskan hingga saat ini. Adapun roh sucinya (Sang Hyang Dewa Pitara) dibuatkan tugu penghormatan (Peliggih) yang disebut “Batur/Batur Kawitan” dan disungsung oleh keturunan beliau hingga saat ini dan selanjutnya.

Keturunan/Pratisentana Arya Kenceng[4]:

I. Arya Kenceng, Raja Tabanan I Berputra:
1. Dewa Raka/Magada Prabu.
Beliau tidak berminat menjadi raja, melaksanakan kehidupan kepanditaan dan mengangkat 5 orang anak asuh (putra upon-upon):
  • Ki Bendesa Beng
  • Ki Guliang di Rejasa
  • Ki Telabah di Tuakilang
  • Ki Bendesa di Tajen
  • Ki Tegehan di Buahan
2. Dewa Made/Megada Nata
3. Kiayi Tegeh Kori Asal Wangsa Tegeh Kori. Merupakan Putra kandung dari Arya Kenceng yang beribu dari desa Tegeh di Tabanan bukan putra Dalem yang diberikan kepada Arya Kenceng, [5], Beliau membangun Kerajaan di Badung, diselatan kuburan Badung (Tegal) dengan nama Puri Tegeh Kori (sekarang bernama Gria Jro Agung Tegal), karena ada konflik di intern keluarga maka beliau meninggalkan puri di Tegal dan pindah ke Kapal. Di Kapal sempat membuat mrajan dengan nama “Mrajan Mayun” yang sama dengan nama mrajan sewaktu di Tegal, dan odalannya sama yaitu pada saat “Pagerwesi”. Dari sana para putra berpencar mencari tempat. Kini pretisentananya (keturunannya) berada di Puri Agung Tegal Tamu, Batubulan, Gianyar dan Jero Gelgel di Mengwitani(Badung), Jro Tegeh di Malkangin Tabanan, Jero Batubelig di Batubelig. Dan dalam babad perjalanan Kiyai Tegeh (Arya Kenceng Tegeh Kori) tidak pernah membuat istana ataupun pertapaan di Benculuk atau sekarang di sebut Tonja. Di Puri Tegeh Kori beliau berkuasa sampai generasi ke empat. Adapun putra -putra dari Arya Kenceng Tegeh Kori IV Adalah:
  • Kyai Anglurah Putu Agung Tegeh Kori
    • I Gusti Putu GelGel. Magenah ring (bertempat tinggal di): Jro Gelgel di Mengwitani Badung, Yeh Mengecir Jembrana dan Jro Tegeh di Malkangin Tabanan
    • I Gusti Putu Mayun. Magenah ring Jro Batu Belig,Batubelig dan Cemagi
    • I Gusti Ketut Mas. Magenah ring Klusa
    • Kyai Anglurah Made Tegeh. Magenah ring Perang Alas(Lukluk badung), Pacung (Abian semal) dan Dencarik (Buleleng)
    • I Gusti Nyoman Mas. Magenah ring Kutri
    • I Gusti Putu Sulang. Magenah ring Sulang
    • I Gusti Made Tegeh. Magenah ring Mambal, Sibang, Karang Dalem
    • I Gusti Mesataan. Magenah ring Sidemen
    • I Gusti Putu Tegeh. Magenah ring Lambing, Klan, Tuban
    • I Gusti Ketut Maguyangan. Magenah ring Desa Banyu Campah
    • I Gusti Gede Tegeh. Magenah ring Plasa (Kuta)
    • I Gusti Abyan Timbul. Magenah ring Abian Timbul
    • I Gusti Putu Sumerta. Magenah ring Sumerta
  • Kyai Anglurah Made Tegeh
  • Kyai Ayu Mimba/Kyai Ayu Tegeh (Beliau yang menikah Ke Kawya Pura /Puri Mengwi)
4. Nyai Tegeh Kori/Sri Menawa
II. Shri Megada Nata/Arya Yasan, Raja Tabanan ke II
Berputra:
  • 1. Shri Arya Ngurah Langwang
  • 2. Ki Gusti Made Utara/Madyatara, Menurunkan Kelurga Besar Jero Subamia
  • 3. Ki Gusti Nyoman Pascima, Menurunkan Keluarga Besar Jero Pemeregan
  • 4.Ki Gusti Wetaning Pangkung, Menurunkan Para Gusti:
    • 1. Lod Rurung
    • 2. Kesimpar
    • 3. Serampingan
  • 5.Ki Gusti Nengah Samping Boni, Menurunkan Para Gusti:
    • 1. Kiayi Titih
    • 2. Kiayi Ersani, Menurunkan Kelurga Besar Jero Ersania(Dauh Pangkung Tabanan)
    • 3. Kiayi Nengah
    • 4. Kiayi Den Ayung (Putung)
  • 6.Ki Gusti Batan Ancak, Menurunkan Para Gusti:
    • 1. Ancak, Pindah ke Desa Nambangan Badung, sebagai pendamping Kiayi Ketut Pucangan (Sirarya Notor Wandira)
    • 2. Angglikan
  • 7. Ki Gusti Ketut Lebah
  • 8. Kiayi Ketut Pucangan/Sirarya Notor Wandira, Menjadi Raja di Badung, Selanjutnya Menurunkan Raja-Raja dan Pratisentana Arya Kenceng di Badung
III. Shri Arya Ngurah Langwang, Raja Tabanan ke III
Beliau memindahkan Kerajaan beserta Batur Kawitannya dari Pucangan ke Puri Agung Tabanan dan semenjak itu pula Arya Ngurah Langwang, saudara-saudaranya (Ki Gusti Made Utara, Ki Gusti Nyoman Pascima dan Ki Gusti Wetaning Pangkung) dan seketurunannya berpura kawitan di Pura Batur di Puri Singasana Tabanan (Puri Agung Tabanan ). Sedangkan bekas lahan Pura Batur di Buahan/Pucangan, diserahkan penggunaannya kepada putra upon-upon Ki Tegehan di Buahan.
Beliau berputra:
  • 1. Ki Gusti Ngurah Tabanan
  • 2. Ki Gusti Lod Carik, Menurunkan Para Gusti Lod Carik
  • 3.Ki Gusti Dangin Pasar, Menurunkan Para Gusti:
    • 1. Suna
    • 2. Munang
    • 3 Batur
  • 4.Ki Gusti Dangin Margi, Menurunkan Para Gusti:
    • 1. Ki Gusti Blambangan
    • 2. Ki Gusti Jong
    • 3. Ki Gusti Mangrawos di Kesiut Kawan
    • 4. Ki Gusti Mangpagla di Timpag
IV. Ki Gusti Ngurah Tabanan/Prabu Winalwan/Betara Mekules, Raja Tabanan ke IV dan ke VII
Berputra:
  • 1. Ki Gusti Wayan Pamedekan
  • 2. Ki Gusti Made Pamedekan
  • 3. Ki Gusti Bola Raja Tabanan ke X, Menurunkan Ki Gusti Tembuku
  • 4. Ki Gusti Made, Menurunkan Para Gusti Punahan
  • 5. Ki Gusti Wongaya, Menurunkan Para Gusti Wongaya (Jero Wongaya Tabanan)
  • 6. Ki Gusti Kukuh, Menurunkan Para Gusti Kukuh (Jero Kukuh Denbatas dan Jero Kukuh Delodrurung)
  • 7. Ki Gusti Kajanan, Menurunkan Para Gusti: 1. Kajanan, 2. Ombak dan 3. Pringga
  • 8. Ki Gusti Brengos (SiraArya Branjingan/SiraArya Sakti Abiantimbul, Dgn memperistri Ni Gusti Ayu Batan Ancak (Puri Ancak Tabanan) Menurunkan Para Gusti Abiantimbul Intaran melinggih ring (Jero Gede,Jero Abiantimbul Intaran Sanur, Jero Semawang intaran sanur, Jero Gulingan Intaran Sanur)

Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan
  • 9. Ni Gusti Luh Kukuh
  • 10. Ni Gusti Luh Kukub
  • 11. Ni Gusti Tanjung
  • 12. Ni Gusti Luh Tangkas
  • 13. Ni Gusti Luh Ketut
Stana/Pelinggih Beliau berada di Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan. Piodalannya pada Anggarkasih Dukut (Selasa Kliwon Dukut). https://maps.google.com/maps/ms?msid=202721896579854439167.0004a1a11cf7912f9b109&msa=0
V. Ki Gusti Wayahan Pamadekan, Raja Tabanan V
Berputra:
  • 1. Ki Gusti Nengah Mal Kangin, Raja Tabanan ke IX
  • 2 & 3. (Dua) Orang Wanita
  • 4. Raden Tumenggung, Putra yang lahir di Mataram, setelah Ki Gusti Wayahan Pamedekan ditangkap dalam perang dengan Mataram, dan diangkat sebagai mantu oleh Raja Mataram
VI. Ki Gusti Made Pamedekan, Raja Tabanan ke VI
Berputra:
  • 1. Sirarya Ngurah Tabanan
  • 2. Ki Gusti Made Dalang, Raja Tabanan ke IX
  • 3. Ni Gusti Luh Tabanan
VII. Sirarya Ngurah Tabanan (Betara Nisweng Penida), Raja Tabanan ke VIII
Berputra:
  • 1. Ni Gusti Luh Kepaon
  • 2. Ni Gusti Ayu Rai
  • 3. Ki Gusti Alit Dawuh
VIII. Ki Gusti Alit Dawuh/Sri Megada Sakti, Raja Tabanan ke XI
Berputra:
  • 1. Putra Sulung (tidak disebutkan namanya)
  • 2. I Gusti Made Dawuh/Ida Cokorda Dawuh Palaberputra:
    • 1. I Gusti Lanang
    • 2. I Gusti Kandel
    • 3. Ni Gusti Luh Selingsing
    • 4. Ni Gusti Luh Tatadan Menikah dengan seorang Brahmana di Griya Pasekan
    • 5. Ni Gusti Luh Sasadan
  • 3.Gusti Ngurah Nyoman Telabah berputra:
    • 1. Ki Gusti Blumbang
    • 2. Ki Gusti Pande
    • 3. Ni Gusti Luh Nade
  • 4. Kiayi Jegu berputra Ki Gusti Cangeh
  • 5.Kiayi Krasan berputra:
    • 1. Ki Gusti Subamia
    • 2. Ki Gusti Bengkel
    • 3. Ni Gusti Luh Sembung
    • 4. Ni Gusti Luh Sempidi
    • 5. Ni Gusti Luh Wayahan Tegal Tamu
  • 6.Kiayi Oka berputra:
    • 1. Ki Gusti Wongaya
    • 2. Ki Gusti Gede Oka
    • 3. Ki Gusti Pangkung
    • 4. Ki Gusti Ketut
    • 5. Ki Gusti Batan
  • 7. Ni Gusti Ayu Muter
  • 8. Ni Gusti Ayu Subamia beribu dari Jero Subamia, selanjutnya kawin dengan I Gusti Pemecutan Sakti di Badung
  • 9. Ni Gusti Luh Dangin
  • 10. Ni Gusti Luh Abian Tubuh Menikah dengan Ki Gusti Padang, putra dari Ki Gusti Ngurah Panji Sakti (Raja Buleleng)
  • 11. Ni Gusti Luh Mal Kangin Menikah dengan seorang Brahmana di Griya Dangin Carik
  • 12. Ni Gusti Luh Puseh
  • 13. Ni Gusti Luh Bakas
Pada waktu pemerintahan Ki Gusti Alit Dawuh (Sri Megada Sakti), di Bendana Badung keturunan dari Ki Gusti Batan Ancak yang bernama Ki Gusti Nyoman Kelod tidak memproleh kedudukan di Badung, beliau kembali lagi ke Tabanan untuk kemudian dititahkan oleh raja Sri Megada Sakti bermukim di desa Pandak, sebagai penguasa daerah pantai batas kerajaan.
IX. Putra Sulung Sri Megada Sakti/Ida Cokorda Tabanan/Ratu Lepas Pemade, Raja Tabanan ke XII,
Berputra:
  • 1. Ki Gusti Ngurah Sekar
  • 2. Ki Gusti Ngurah Gede/Cokorda I Gusti Ngurah Gede Banjar Membangun Puri Gede/Agung Kerambitan Selanjutkan menurunkan Puri/Jero dan Pratisentana Arya Kenceng di Kerambitan.
  • 3. Ki Gusti Sari di Wanasari
  • 4. Ki Gusti Pandak di Pandak Bandung
  • 5. Ki Gusti Pucangan di Buahan
  • 6. Ki Gusti Rejasa di Rejasa
  • 7. Ki Gusti Bongan di Bongan Kauh
  • 8. Ki Gusti Sangihan dan Ki Gusti Den di Banjar Ambengan
  • 9. Ni Gusti Luh Dalam Indung
  • 10. Ni Gusti Luh Perean
  • 11. Ni Gusti Luh Kuwum
  • 12. Ni Gusti Luh Beraban, Menikah dengan seorang Brahmana dari Griya Selemadeg Tabanan, melahirkan Putra yang kemudian membangun Griya Beraban. Mempunyai tugas khusus mengatur segala upacara/upakara bebantenan di Puri Agung Tabanan.
X. Ki Gusti Ngurah Sekar (Cokorda Sekar), Raja Tabanan ke XIII,
Berputra lahir dari Permaisuri dari Jero Subamia:
  • 1. Ki Gusti Ngurah Gede
  • 2. Ki Gusti Ngurah Made Rai, (sebagai Maha Ratu Pemade tinggal di Puri Kaleran, saat kakaknya Ki Gusti Ngurah Gede jadi Raja Tabanan)
  • 3. Ki Gusti Ngurah Rai (Cokorda Penebel), Raja Tabanan ke XVIIberpuri di Penebel, berputra:
    • 1. Ki Gusti Made Tabanan/Ki Gusti Ngurah Ubung Raja Tabanan ke XVIII
    • 2. Ni Sagung Wayahan
    • 3. Ni Sagung Made
    • 4. Ni Sagung Ketut
    • 5. Kiayi Kekeran
    • 6. Kiayi Made
    • 7. Kiayi Pangkung
    • 8. Kiayi Dauh
    • 9. Seorang Putri yang menikah dengan Kiayi Buruan
    • 10. Kiayi Kandel berputra Ki Gusti Made Kerambitan, Menurunkan Keluarga Besar Jero Kerambitan.
  • 4.Ki Gusti Ngurah Anom, Membangun Puri Mas, berputra:
    • 1. Ki Gusti Mas
    • 2. Ki Gusti Made Sekar
    • 3. Kiayi Pasekan
    • 4. Kiayi Pandak
    • 5. Ni Sagung Alit Tegeh
Lahir dari Ibu Penawing:
  • 5. Ni Gusti Luh Kandel
  • 6. Ni Gusti Luh Kebon
XI. Ki Gusti Ngurah Gede (Cokorda Gede Ratu), Raja Tabanan ke XIV,
Berputra:
  • 1. Ki Gusti Nengah Timpag
  • 2. Ki Gusti Sambian
  • 3. Ki Gusti Ketut Celuk
XII. Ki Gusti Ngurah Made Rai/Cokorda Made Rai, Raja Tabanan ke XV,
Berputra:
A. Dari Permaisuri bernama Ni Sagung Alit Tegal, putri dari Cokorda Ki Gusti Ngurah Gede Banjar Puri Gede Kerambitan melahirkan putra:
  • 1. Ki Gusti Agung Gede
  • 2.Ki Gusti Ngurah Nyoman Panji berputra:
    • 1. Ki Gusti Ngurah Agung, Beribuk dari Puri Gede Kerambitan, putri dari Cokorda Gede Selingsing
    • 2. Ki Gusti Ngurah Demung (Ida Betara Madewa di Puri Kaleran) Beribuk dari Demung
    • 3. Ki Gusti Ngurah Celuk, Beribuk dari Celuk dan Membangun Puri Kediri
B. Dari Istri Penawing
  • 3. Ni Sagung Ayu Made
  • 4. Ni Sagung Ayu Ketut
  • 5.Kiayi Nengah Perean, berputra:
    • 1.Kiayi Pangkung, berputra:
      • 1. Ki Gusti Wayahan Kompyang -> Menurunkan Jero Kompyang
    • 2. Ki Gusti Made Oka, Menurunkan Jero Oka
  • 6. Kiayi Buruan Raja Tabanan ke XVI
  • 7. Kiayi Banjar
  • 8. Kiayi Tegeh
  • 9. Kiayi Beng berputra Ki Gusti Wayahan Beng, Jero Beng, Jero Beng Kawan dan Jero Putu.
XIII. Ki Gusti Ngurah Agung (Ratu Singasana), Raja Tabanan ke XIX,
Berputra:
1. Sirarya Ngurah Tabanan, beribu Ni Sagung Wayan, putri dari Agung Ketut Jero Aseman Kerambitan.
2. Ki Gusti Ngurah Gede Banjar, beribu Ni Sagung Ayu Ngurah, putri dari Cokorda Made Penarukan, Puri Gede Kerambitan, Membangun Puri Anom Tabanan, bermukim di Saren Kangin Puri Anom Tabanan
3. Ki Gusti Ngurah Nyoman, Membangun Puri Anom Tabanan, bermukim di Saren Kawuh (sekarang disebut Saren Tengah) Puri AnomTabanan
4. Ki Gusti Ngurah Made Penarukan, Membangun Puri Anyar Tabanan
5. Sirarya Ngurah, Diperas oleh Ki Gusti Ngurah Demung (Ki Gusti Ngurah Made Kaleran)
6. Ki Gusti Ngurah Rai, Diperas oleh Ki Gusti Ngurah Demung, setelah Sirarya Ngurah Wafat tanpa keturunan.
7. Ni Sagung Ayu Gede
8. Ni Sagung Ayu Rai
XIV. Sirarya Ngurah Tabanan (Betara Ngeluhur), Raja Tabanan ke XX, bertahta tahun 1868 – 1903
Berputra:
1. Sirarya Ngurah Agung
2. Ki Gusti Ngurah Gede Mas
3. Arya Ngurah Alit Senapahan
4. Ki Gusti Ngurah Rai Perang, Membangun Puri Dangin Tabanan, Beribu Ni Gusti Ayu, keturunan Gusti Delod Rurung
5. Ki Gusi Nyoman Pangkung, Membangun Puri Dangin Tabanan
6. Ki Gusti Ngurah Made Batan, Membangun Puri Dangin Tabanan
7. Ki Gusti Ngurah Gede Marga -> Membangun Puri Denpasar Tabanan
8. I Gusti Ngurah Putu. Membangun Puri Pemecutan Tabanan, berputra:
  • 1. I Gusti Ngurah Wayan
  • 2. I Gusti Ngurah Made, berputra:
    • 1. I Gusti Ngurah Gede
    • 2. I Gusti Ngurah Mayun
  • 3.. Sagung Nyoman
  • 4. I Gusti Ngurah Ketut
  • 5. Sagung Rai
  • 6. Sagung Ketut, Kawin ke Jero Kompyang
9. Sagung Istri Ngurah
10. Ni Sagung Ayu Wah, Memimpin Pebalikan Wongaya, Perang melawan penjajah Belanda tanggal 27 November 1906
XV. Ki Gusti Ngurah Rai Perang (Cokorda Rai) Raja Tabanan ke XXI Tahun 1903 – 1906
Tewas muput raga di denpasar pada tahun 1906, sesaat setelah Puputan Badung
Berputra:
Yang ikut masuk ke Puri Singasana/Agung Tabanan:
  • 1. I Gusti Ngurah Gede Pegeg (sebagai putra mahkota), Tewas muput raga di Denpasar pada tahun 1906 sebelum naik tahta
  • 2. Ni Sagung Ayu Oka, pindah ke Puri Anom Tabanan dan menikah dengan Kramer, clerk controlir Belanda
  • 3. Ni Sagung Ayu Putu Galuh, pindah ke Puri Anom Tabanan, menikah dengan Ki Gusti Ngurah Anom, Puri Anom Saren Taman (Saren Kauh Sekarang)
Ki Gusti Ngurah Rai Perang/Ida Cokorda Rai (Raja Tabanan XXI) juga mempunyai putera dari istri yang lainnya dan tetap tinggal di Puri Dangin Tabanan[6], sebaga berikut:
  • 1. I Gusti Ngurah Anom ( Keturunannya tinggal di Puri Dangin Tabanan ), berputra:
    • 1. I Gusti Ngurah Ketut
    • 2. I Gusti Ngurah Alit
    • 3. I Gusti Ngurah Made
    • 4. Sagung Oka (Kawin ke Puri Anom)
    • 5. Sagung Nyoman (Kawin ke Jro Oka di Jegu)
    • 6. I Gusti Ngurah Gde Wisadnya
    • 7. I Gusti Ngurah Agung
  • 2. I Gusti Ngurah Putu Konol ( Keturunannya tinggal di Puri Dangin Tabanan di Jegu), berputra:
    • 1. I Gusti Ngurah Oka
    • 2. I Gusti Ngurah Gde Sasak
    • 3. Sagung Putri
    • 4. Sagung Putra (Kawin ke Puri Dangin Tabanan)
    • 5. Sagung Oka (Kawin ke Puri Pemecutan /Gede /Agung Tabanan)
  • 3. Ni Sagung Made.
XVI. Ki Gusti Ngurah Ketut (Cokorda Ngurah Ketut), Raja Tabanan ke XXII dari 29 Juli 1938 – ….
Berputra:
  • 1. I Gusti Ngurah Gede, beribu dari Puri Denpasar Tabanan
  • 2. I Gusti Ngurah Alit Putra, beribu Gusti Siluh Biang Resi
  • 3. I Gusti Ngurah Raka, beribu Mekel Merta
  • 4. Sagung Mas, beribu Sagung Istri Oka dari Puri Kediri Tabanan
  • 5. I Gusti Ngurah Agung, beribu Sagung Istri Oka dari Puri Kediri Tabanan
XVII. I Gusti Ngurah Gede (Cokorda Ngurah Gede), Raja Tabanan ke XXIII dari Maret 1947 – 1986
Berputra:
  • 1. Sagung Putri Sartika
  • 2. I Gusti Ngurah Bagus Hartawan
  • 3. Sagung Putra Sardini
  • 4. I Gusti Ngurah Alit Darmawan
  • 5. Sagung Ayu Ratnamurni
  • 6. Sagung Jegeg Ratnaningsih
  • 7. I Gusti Ngurah Agung Dharmasetiawan
  • 8. Sagung Ratnaningrat
  • 9. I Gusti Ngurah Rupawan
  • 10. I Gusti Ngurah Putra Wartawan
  • 11. I Gusti Ngurah Alit Aryawan
  • 12. Sagung Putri Ratnawati
  • 13. I Gusti Ngurah Bagus Grastawan
  • 14. I Gusti Ngurah Mayun Mulyawan
  • 15. Sagung Rai Mayawati
  • 16. Sagung Anom Mayadwipa
  • 17. Sagung Oka Mayapada
  • 18.’ I Gusti Ngurah Raka Heryawan
  • 19. I Gusti Ngurah Bagus Rudi Hermawan
  • 20. I Gusti Ngurah Bagus Indrawan
  • 21. Sagung Jegeg Mayadianti
  • 22. I Gusti Ngurah Adi Suartawan.
XVIII. I Gusti Ngurah Rupawan (Ida Cokorda Anglurah Tabanan), Raja Tabanan ke XXIV dari 21 Maret 2008
Cokorda Anglurah Tabanan berputera:
  • 1. Sagung Manik Vera Yuliawati
  • 2. I Gusti Ngurah Agung Joni Wirawan
  • 3. Sagung Inten Nismayani

Catatan kaki

  1. ^ (Indonesia)http://www.majapahit-masakini.co.cc/2009/04/sejarah-ibu-majapahit-nusantara.html
  2. ^ Buku “Riwayat Pulau Bali Dari Dzaman Ke Dzaman”, Disusun oleh: I Made Subaga, Gianyar – Bali
  3. ^ Babad Arya Tabanan, Kantor Dokumentasi Budaya Bali Propinsi Daerah Tingkat I Bali, Denpasar, 1997
  4. ^ Prasasti dan Silsilah (Keturunan) Arya Kenceng yang tersimpan
  5. ^ babad versi Benculuk Tegeh Kori atau http://bali.stitidharma.org/babad-arya-tegeh-kuri/ dan http: // singaraja.wordpress.com
  6. ^ Prasasti dan Silsilah (Keturunan) Arya Kenceng yang tersimpan di

Sumber

  • Prasasti dan Silsilah (Keturunan) Arya Kenceng yang tersimpan di: Puri Agung Tabanan, Puri Gede Krambitan, Puri Anom Tabanan, Puri Dangin Tabanan di Jegu.
  • BABAD ARYA TABANAN, KANTOR DOKUMENTASI BUDAYA BALI PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI, DENPASAR, 1997
  • Artikel-Artikel yang bersumber dari Lontar-Lontar yang dimiliki Keluarga Puri Tabanan
  • Buku “Riwayat Pulau Bali Dari Djaman Ke Djaman”, Disusun oleh: I Made Subaga, Gianyar – Bali
  • Babad Arya Tabanan Wikipedia,
Majapahit adalah Kerajaan yang terakhir dan sekaligus yang terbesar di
antara kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara.
 Didahului oleh kerajaan Sriwijaya,
yang beribukotakan Palembang di pulau Sumatra. Kerajaan ini dirintis oleh Raden
Wijaya yang merupakan keturunan keempat dari Ken Arok dan Ken Dedes.

Sebelum kerajaan Majapahit lahir, telah berdiri terlebih
dahulu pada tahun 1222Masehi kerajaan Singosari yang pendirinya adalah Ken Arok
yang berpusat di. Malang (Tumapel).

Lambang Kerajaan Majapahit
Penelusuran terhadap lahirnya kerajaan Majapahit tidak terlepas dari keberadaan
kerajaan Singosari Tumapel. Begitupun kalau kita menelusuri awal bersatunya
nusantara, tidak bisa terlepas dari kiprah Majapahit. Artinya keberadaan
Singosari, Majapahit, dan Nusantara adalah sesuatu yang bersifat integral dan
tidak terpisahkan satu sama lain.
Dalam sejarah bangsa Indonesia Majapahit memanglah ‘hanya’ satu di antara
banyak kerajaan yang pernah berkembang di dalam tubuh bangsa persatuan yang
kini disebut “Indonesia” ini. Walaupun demikian sejarahnya patut disimak dengan
cermat karena kelebihannya: cakupan teritorialnya yang paling ekstensif,
durasinya yang cukup panjang, serta pancapaian-pencapaian budayanya yang cukup
bermakna.
Diawali dengan rintisan di masa Singhasari, yaitu masa Pra Majapahit yang
mempunyai kesinambungan dinastik dengan masa Majapahit, Perluasan wilayah
dilanjutkan dengan mencakup daerah-daerah yang lebih luas. Pada masa Singhasari
negara-negara yang disatukan di bawah koordinasi kewenangan Singhasari adalah:
Madhura, Lamajang, Kadiri, Wurawan, Morono, Hring, dan Lwa, semua mengacu pada
daerah-daerah di pulau Jawa (timur ) dan Madura.
Untuk lebih jelasnya sebelum mengerti sejarah Majapahit akan diuraikan terlebih
dahulu sejarah berdirinya kerajaan Singhasari yang merupakan cikal bakal
berdirinya Kerajaan Majapahit.
Sejarah berdirinya Majapahit dimulai
dari Perintah dari Raja Singhasari yaitu Kertanagara yang memerintahkan Raden
Wijaya untuk menghalau serangan tentara Kadiri di desa Memeling. Raden Wijaya
di desa Mameling berhasil menumpas musuh.

Candi Waringin Lawang diperkirakan sebagai Gapura Majapahit


Dengan puas tentara Singosari kembali menuju ibukota, Betapa terkejutnya mereka
ketika sampai di perbatasan sorak sorai tentara musuh yang telah berhasil
merusak keraton Singhasari. Raja Śri Kĕrtānegara gugur, kerajaan Singhasāri
berada di bawah kekuasaan raja Jayakatwang dari Kadiri. Raden Wijaya berusaha
menyelamatkan apa yang masih mungkin bisa diselamatkan, mereka dengan gagah
berani menyerbu kedalam istana, namun karena jumlah tentara kediri yang begitu
banyak maka usaha tersebut tidak berhasil.


Raden Wijaya kemudian dikepung oleh patih Daha Kebo Mundarang sehingga akhirnya
memutuskan untuk mengundurkan diri. Raden wijaya dengan pengikutnya Lembu Sora,
Gajah Pagon, Medang Dangli, Malusa Wagal, Nambi, Banyak Kapuk, Kebo Kepetengan,
Wirota Wiragati dan Pamandana lari melintasi sawah yang baru habis dibajak.
Ketika hampir tertangkap oleh Patih Mundarang, Raden Wijaya memancal tanah
bajakan sehingga jatuh didada dan dahi ki Patih ,Raden Wijaya pun berhasil
lolos dari kejaran musuh.



Wilayah Kekuasaan Majapahit. 



Setelah beristirahat sejenak Raden Wijaya kemudian membagi-bagikan celana
gringsing kepada pengikut-pengikutnya tiap orang sehelai dan diperintahkan
ngamuk, Pada waktu menjelang malam ketika tentara Kediri sedang berpesta pora
Raden Wijaya dan para pengikutnya kembali lagi masuk kedalam keraton
Singhasari.


Putri Kertanegara yang bungsu yaitu Gayatri ditawan oleh muduh dan dibawa ke
Kediri sedangkan putri yang sulung yaitu Tribuaneswari berhasil diselamatkan
oleh Raden Wijaya. Atas nasehat Lembu Sora, Raden Wijaya bersama Putri dan para
pengikutnya kemudian mundur ke luar kota menuju arah utara karena tidak ada
gunanya melanjutkan perang yang pasti akan membawa kekalahan karena jumlah
tentara Kediri jauh lebih besar.

Candi Kedaton Reruntuhan Istana Majapahit


Masih ada kira kira 600 orang pengikut Raden Wijaya. Paginya ia bertemu lagi
dengan musuh, banyak prajurit yang putus asa dan meninggalkannya, hingga
pengikutnya tinggal sedikit. Maka Wijaya bermaksud meneruskan perjalanan menuju
ke Terung untuk minta bantuan kepada Akuwu Terung, Wuru Agraja yang diangkat
sebagai akuwu oleh Mendiang Sri Kertanegara., dengan harapan memperoleh bantuan
untuk mengumpulkan orang di sebelah timur dan timur laut Terung.


Maka pengikut Wijaya menjadi gembira dan pada malam harinya mereka berangkat ke
barat melalui Kulawan yang telah dijadikan benteng oleh musuh, di mana ia menjumpai
musuh yang besar jumlahnya.

Arca Pertapa Hindu
Jaman Kerajaan Majapahit.


Raden Wijaya dikejar oleh musuh dan lari ke utara menuju Kembangsri (Bangsri),
di mana ia berjumpa lagi dengan musuh, hingga ia terpaksa bergegas mencebur ke
Bengawan dan menyeberanginya. Di sungai ini banyak prajuritnya yang tewas
terkena tumbak musuh. Banyak yang lari mencari hidup sendiri-sendiri.


Sesampainya di seberang sungai pengikut Wijaya tinggal duabelas orang. Pada
pagi hari rombongan Wijaya diketemukan oleh rakyat Kudadu. Disana Raden Wijaya
diterima dan dijamu ketua desa yang bernama Macan Kuping dengan kelapa muda dan
nasi putih. Raden wijaya sangat terharu atas sambutan tersebut . Gajah Pagon
yang menderita luka cukup parah di pahanya akhirnya ditinggal di Dusun pandak,
disembunyikan di tengah ladang.

Raden Wijaya kemudian melanjutkan perjalanan Ke Pulau Madura diantar
sampai di daerah Rembang. Dalam Pararaton dusun Pandak tidak disebut yang
disebut ialah datar. Lempengan tembaga yang terdapat di Gunung Butak di daerah
Mojokerto yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah menjadi Raja Majapahit
terkenal dengan Piagam Kudadu sebagai ungkapan terima kasih Raden Wijaya kepada
ketua dusun kudadu yang pernah menerimanya dengan ramah sebelum melanjukan
perjalanan ke Madura.


Berkat pertolongan Kepala Desa Kudadu, rombongan Raden Wijaya dapat
menyeberangi laut menuju Madura untuk meminta perlindungan dari Arya Wiraraja,
seorang Bupati Singhasari yang ditempatkan di didaerah tersebut.. Raden Wijaya
Tiba di Madura Setibanya di Pulau Madura, Raden Wijaya dan pengikutnya segera
menemui Arya Wiraraja.

Sikap Arya Wiraraja
sebagai Bupati Singhasari tidak berubah meskipun tahu Kerajaan Singhasari telah
runtuh. Sambutan yang demikian membuat Raden Wijaya terharu sehingga menjanjikan
apabila berhasil mengembalikan kekuasaan yang telah direbut Jayakatwang maka
wilayah kerajaan setengahnya akan diberikan kepada Arya Wiraraja. Arya Wiraraja
sangat senang mendengar janji Raden Wijaya dan akan berupaya mengerahkan segala
kekuatan yang dimilikinya untuk mewujudkan keinginan Raden Wijaya tersebut.
Prajurit Majapahit

Arya Wiraraja juga memberi nasehat agar Raden Wijaya menyerah dan mengabdi
kepada Prabu Jayakatwang di Kediri dan selama tinggal di istana, Raden Wijaya
diminta menyelidiki sampai dimana kekuatan tentara Kadiri. Setelah itu Raden
Wijaya diminta mengajukan permohonan kepada Prabu Jayakatwang untuk membuka
hutan dan tanah tandus di daerah Tarik dan Arya Wiraraja akan mengirimkan
orang-orang Madura untuk membantunya.
Buah Maja


Konon, buah maja ditemukan pada saat Raden Wijaya diijinkan membuka hutan Tarik
Demikianlah Arya Wiraraja kemudian mengirimkan utusan ke Kadiri untuk
menyampaikan bahwa Raden Wijaya menyerah dan bermaksud untuk mengabdi kepada
Prabu Jayakatwang. Permohonan tersebut disetujui oleh Prabu Jayakatwang.


Raden Wijaya kemudian berangkat ke Kadiri dengan diantar oleh Arya Wiraraja
sampai di daerah Terung dan Raden Wijaya kemudian dijemput oleh patih kadiri
yaitu Sagara Winotan dan Yangkung Angilo di daerah Jung Biru. Adapun
Tribhuwaneswari yang turut serta dalam perjalanan Raden Wijaya ke Madura
dititipkan ke pada Arya Wiraraja.


Kedatangan Raden Wijaya dan para pengikutnya di Kadiri bertepatan dengan
perayaan hari raya Galungan. Setelah cukup lama mengabdi di Kadiri Raden Wijaya
kemudian mengusulkan untuk membuka daerah tarik (daerah Sidoarjo) menjadi hutan
perburuan bagi Prabu Jayakatwang yang suka berburu. Usul tersebut segera
disetujui tanpa curiga. Daerah Tarik terletak di tepi sungai Brantas dekat
pelabuhan Canggu yang sekarang terletak di sebelah Timur Mojokerto.


Raden Wijaya Segera mengirim Wirondaya ke Sumenep Madura untuk melaporkan
persetujuan tersebut kepada Bupati Madura Arya Wiraraja. Arya Wiraraja kemudian
mengerahkan orang Madura untuk membuka Hutan tarik Dalam waktu singkat hutan
tarik berhasil dibuka dan orang Madura yang membantu pembukaan hutan tersebut
kemudian menetap di daerah tersebut. Daerah tersebut kemudian dinamakan
Majapahit atau Wilwatikta.


Konon pada saat itu, seorang tentara yang haus mencoba memakan buah maja yang
banyak terdapat pada tempat itu dan menemukan bahwa ternyata rasanya pahit
sehingga daerah itu dinamai demikian. Wilwa artinya buah Maja, Tikta artinya
pahit. Setelah Hutan Tarik berhasil dibuka, Raden Wijaya kemudian minta izin
kepada Prabu Jayakatwang untuk menengok daerah tersebut.


Prabu Jayakatwang mengizinkan asal tidak lama tinggal didaerah tersebut.
Demikianlah akhirnya Raden wijaya berangkat bersama pengiringnya pada hari
mertamasa. Pada hari ke tujuh Raden Wijaya akhirnya sampai di daerah Tarik dan
tinggal di Pesanggrahan yang terbuat dari bambu yang dikelilingi kolam. Panji
Wijayakrama memberikan uraian yang sangat jelas tentang keberadaan daerah
Majapahit sebagai berikut :

Kota
yang dibangun menghadap ke sungai yang besar yaitu sungai brantas yang
mengalir dari Kediri sampai ke laut.
  • Sungai
    kecil yang mengalir dari selatan yaitu kali mas yang pada jaman tersebut
    disebut kali Kancana.
  • Perahu
    dagang hilir mudik silih berganti dikemudikan oleh orang Madura. · Orang
    Madura mengalir tak putus putusnya ke Majapahit, mereka menetap di
    Majapahit bagian utara yang dinamakan Wirasabha. ·
  • Disebelah
    tenggara kota adalah jembatan.
  • Daerah
    yang dibuka sebagian besar berupa sawah dan perkebunan yang ditanami
    bunga, pucang, pinang , kelapa dan pisang ·
  • Telah
    tersedia tahta dari batu putih tempat duduk Raden Wijaya yang dinakaman
    Wijil Pindo yang artinya pintu kedua.
Raden Wijaya pandai mengambil hati rakyat Majapahit yang baru saja menetap
di daerah Tarik, orang orang dari Daha dan Tumapel kemudian banyak yang menetap
di daerah Majaphit. Di desa ini Raden Wijaya kemudian memimpin dan menghimpun
kekuatan, khususnya rakyat yang loyal terhadap mendiang Prabu Kertanegara yang
berasal dari daerah Daha dan Tumapel.
Arya Wiraraja sendiri menyiapkan pasukannya di Madura untuk membantu Raden
Wijaya bila saatnya diperlukan. Rupanya ia pun kurang menyukai Raja
Jayakatwang. Banyak Kapuk dan Mahisa Pawagal yang diutus oleh Raden Wijaya ke
sumenep Madura telah sampai. Semua pesan Raden Wijaya telah disampaikan kepada
Arya Wiraraja.Ketika mereka akan kembali putra Arya Wiraraja yang bertempat di dusun Tanjung
di sebelah Barat Madura dikirim ke Majapahit membawa pesan ayahnya bahwa Arya
Wiraraja belum bisa datang ke Majapahit dan Arya Wiraraja akan secepatnya
mengirim utusan ke Tiongkok untuk minta bantuan tentara Tartar. Banyak Kapuk
dan Mahisa Pawagal akhirnya pulang ke majapahit mengiringi Putri
Tribhuwaneswari dan Putra Arya Wiraraja yaitu Ranggalawe.
Nama Ranggalawe adalah pemberian Raden Wijaya kepada putra Arya Wiraraja
tersebut karena ketegasan tindak tanduknya pada saat pertama kali bertemu Raden
Wijaya. Lawe artinya benang / wenang karena dia diberikan wewenang untuk
memerintah seluruh rakyat Madura dan diberi pangkat Rangga.
Keesokan harinya Raden Wijaya bersama Ranggalawe, Ken Sora dan para Wreddha
Menteri lainnya menyusun siasat untuk menyerang kerajaan kediri. Namun sebelum
penyerangan dilaksanakan Ranggalawe minta ijin pulang ke Madura untuk mengambil
kuda ayahnya yang berasal dari daerah Bima dan kuda kuda lainnya untuk
tunggangan para panglima pasukan. Usul tersebut disetujui akhirnya Ranggalawe
pulang ke Madura.
Raden Wijaya telah
lama meninggalkan kediri, akhirnya pada bulan Waisaka datang utusan dari Prabu
Jayakatwang yang bernama Sagara Winotan yang meminta kepada Raden Wijaya untuk
balik ke Kediri karena Prabu Jayakatwang akan melaksanakan perburuan di daerah
baru tersebut. Pada saat Sagara Winotan ada di Majapahit datanglah Ranggalawe
dengan kuda kuda perangnya dari Madura. Kuda kuda tersebut kemudian diturunkan
dari atas Kapal.

Arca Raden Wijaya


Segara Wionotan terheran heran melihatnya. Untuk menghindari kecurigaan dari
utusan kediri tersebut, Raden wijaya kemudian menjelaskan bahwa kuda kuda
tersebut akan dipergunakan untuk persiapan berburu Prabu Jayakatwang. Segara
Winotan percaya akan maksud baik Raden Wijaya dan ingin segera melihat sepak
terjang orang orang Madura dalam melaksanakan perburuan. Namun perkataan Segara
Winotan tanpa disadari telah menyinggung hati Ranggalawe sehingga menyahut “
apa bedanya tindak landuk petani Madura dengan orang Daha, segera engkau akan
mengetahui kemampuan orang Madura “. Raden Wijaya terkejut mendengar teriakan
lantang Ranggalawe.

Kalau hal tersebut dibiarkan maka akan terjadi perselisihan diantara kedua
orang tersebut dan apa yang telah dirahasiakan selama ini akan terbongkar.
Untuk menenangkan suasana Ken Sora kemudian mengajak Ranggalawe untuk mengawasi
penurunan kuda kuda dari kapal. Segara Winotan yang terkejut dengan teriakan Ranggalawe
segera menanyakan siapakan gerangan orang tersebut.

Raden Wijaya menjelaskan bahwa orang tersebut adalah Kemenakan Ken Sora dari
Tanjung sebelah barat Madura. Ucapannya kasar karena dia adalah petani bentil,
karena itu janganlah terlalu diambil hati. Segera Winota kemudian kembali ke
Daha. Kuda yang dibawa oleh Ranggalawe dari Madura berjumah 27 ekor kemudian
dibagikan kepada para pemimpin pasukan. Segara Winotan telah kembali ke
Kerajaan Kediri kemudian melaporkan ke hadapan Prabu Jayakatwang persiapan
berburu yang telah dilakukan oleh Raden Wijaya, tanpa mengetahui keadaan yang
sebenarnya. Maklumlah selama di daerah Tarik Segara Winotan hanya diterima di
daerah Warasaba dan tidak diberi kesempatan untuk melihat keadaan kota.


Raden Wijaya sangat pintar untuk menerima tamunya sedemikian rupa sehingga
Segara Winotan tidak mengetahui persiapan perang yang sedang direncanakan oleh
Raden Wijaya. Arya Wiraraja telah bersiap siap untuk berangkat ke Majapahit
diiringi Bala tentaranya dari Madura. Kedatangannya dengan perahu sampai di
Canggu disambut oleh Raden Wijaya dan ditempatkan di Pesanggarahan yang telah
dipersiapkan untuknya.


Arya Wiraraja minta maaf kepada Raden Wijaya karena telah mengambil keputusan
tanpa persetujuan dari Raden Wijaya yang menjanjikan 2 orang putri dari Tumapel
akan diserahkan kepada Kaisar Tartar bila mampu menundukkan kerajaan Kediri
dibawah pimpinan Prabu Jayakatwang. Kaisar Tartar berjanji bahwa pasukan Tartar
akan datang pada bulan Waisaka.


Dalam menyusun siasat untuk menyerang Kerajaan Kediri, Ranggalawe mengusulkan
agar pasukan majapahit dipecah menjadi 2 yaitu ·
  • Arya
    Wiraraja memimpin pasukan yang bergerak melalui jalan raja, lewat
    Linggasana.
  • Raden
    Wijaya memimpin pasukan yang melalui Singhasari. Ranggalawe akan ikut dalam
    pasukan pimpinan Raden Wijaya, kedua pasukan akan bertemu di daerah
    Barebeg.
Dalam Kidung Harsa Wijaya Pupuh IV diuraikan tentang peperangan Majapahit
dengan Kerajaan Kediri. Ranggalawe berpendapat tidaklah mungkin terjadinya
perang tanpa ada penyebabnya, karena hal tersebut akan menimbulkan tuduhan
bahwa Raden Wijaya tidak tahu berterima kasih akan kebaikan Prabu Jayakatwang
yang telah menerima Raden Wijaya dan pengikutnya dengan baik selama mengabdi di
kerajaan Kediri.
Oleh karena itu Ranggalawe mengusulkan agar Raden Wijaya mengirimkan utusan ke
Prabu Jayakatwang untuk meminta putri Puspawati dan Gayatri yaitu putri Prabu
Kertanagara yang ditawan oleh Kerajaan Kadiri. Jika permintaan tersebut tidak
dikabulkan maka alasan tersebutlah yang akan dipakai dasar untuk menyerang
Kerajaan Kediri. Ken Sora, Gajah Pagon dan Lembu Peteng lebih cendrung untuk
memberontak begitu saja, karena bukan tidak mungkin prabu Jayakatwang akan
meluluskan permintaan Raden Wijaya tersebut.Nambi mengusulkan agar tentara Majapahit berusaha memikat Menteri
Menteri kerajaan Daha sehingga ikut membantu pemberontakan terhadap
pemerintahan prabu Jayakatwang. Usul tersebut ditolak oleh Podang yang mendapat
dukungan dari Panji Amarajaya, Jaran Waha, Kebo Bungalan dan Ranggalawe. Karena
pandapat yang berbeda beda tersebut akhirnya mereka semua minta pendapat dari
Arya Wiraraja, karena telah terbukti Arya Wiraraja pandai memberi nasehat
kepada Raden Wijaya. Arya Wiraraja memberi nasehat agar Raden Wijaya bersabar
menunggu kedatangan Pasukan dari Tartar sebulan lagi.
Pasukan Berkuda Mongol

Akhirnya pada tanggal
1 Maret 1293, 20.000 pasukan Mongol mendarat di Jawa. disebelah barat Canggu
dan langsung membuat benteng pertahanan di lembah Janggala. Disebutkan bahwa
utusan yang dikirim ke Jawa terdiri dari tiga orang pejabat tinggi kerajaan,
yaitu Shih Pi, Ike Mese, dan Kau Hsing. Hanya Kau Hsing yang berdarah Cina,
sedangkan dua lainnya adalah orang Mongol. Mereka diberangkatkan dari Fukien
membawa 20.000 pasukan dan seribu kapal.
Kublai Khan membekali pasukan ini untuk pelayaran selama satu tahun serta biaya
sebesar 40.000 batangan perak. Shih Pi dan Ike Mese mengumpulkan pasukan dari
tiga provinsi: Fukien, Kiangsi, dan Hukuang. Sedangkan Kau Hsing bertanggung
jawab untuk menyiapkan perbekalan dan kapal. Pasukan besar ini berangkat dari
pelabuhan Chuan-chou dan tiba di Pulau Belitung sekitar bulan Januari tahun
1293.Di sini mereka mempersiapkan penyerangan ke Jawa selama lebih kurang satu
bulan. Kekuatan Satuan Tugas Expedisi Tartar. Untuk mendapatkan gambaran betapa
besar kekuatan Satuan Tugas Expedisi Tartar ke Jawa kami mencoba membuat
analisa data yang disebut dalam buku W.P.Groeneveldt. Analisa ini juga untuk
mendapatkan gambaran susunan dari Satuan Tugas ini.Armada tugas berkekuatan 1000 kapal dengan perbekalan cukup untuk satu tahun.
Gubernur Fukien diperintahkan oleh Kubilai Khan untuk menghimpun pasukan
berkekuatan 20.000 dari propinsi-propinsi Fukien, Kiang-si dan Hukuang. Tiga
propinsi ini berada di Cina Selatan. Fukien berbatasan dengan laut selat
Taiwan. Pasukan ini dikumpulkan di pelabuhan propinsi Fukien bernama Chuan-chau
dari mana armada diberangkatkan.Jadi pasukan yang dikumpulkan dari tiga propinsi adalah terdiri dari orang
Cina. Sebagai pemimpin umum ditunjuk Shih-pi dan Ike Mese dan Kau Hsing sebagai
pembantu-pembantunya. Dari namanya dapat diperkirakan, Shih-pi dan Ike Mese
adalah berasal dari Mongolia (Tartar asli) sedang Kau Hsing adalah Cina.
Pasukan Tartar yang menyerbu ke Eropa terkenal karena pasukan kudanya. Jadi dapat diperkirakan pasukan kavaleri yang ikut ke Jawa ini terdiri atas
orang-orang Tartar. Selain dari tiga propinsi di atas disebut pula adanya
beberapa kesatuan yang dikumpulkan di Ching-yuan (sekarang Ning-po) di sebelah
selatan Syang-hai. Shih-pi dan Ike Mese lewat daratan dengan pasukan itu
berjalan dari sini menuju Chuan-chou, sedang Kau Hsing mengangkut perbekalan
dengan kapal.
Jadi diperkirakan pasukan yang berkumpul di Ning-po ini adalah
kesatuan-kesatuan berkuda (kavaleri) yang disebut dalam laporan Shih-pi
berkekuatan 5000 orang, kiranya terdiri dari orang-orang Tartar. Maka dapat
diperkirakan, expedisi yang berkekuatan 20.000 orang ini terbagi dalam
infanteri 15.000 orang. Dalam kronik Cina itu tidak disebut berapa besar jumlah
awak kapal yang 1000 buah itu. Kalau tiap kapal berawak kapal 10 orang maka
seluruhnya akan berjumlah 10.000 orang pelaut.
Jadi seluruh expedisi ini berkekuatan 1000 kapal, kira-kira 30.000 prajurit dan
5000 kuda. Sesampainya di Tuban expedisi tersebut, seperdua dari kekuatan
tempur didaratkan di sini dan menuju Pacekan lewat darat. Bagian yang lewat
darat ini dipimpin oleh Kau Hsing terdiri atas kavaleri dan infanteri sedang
seorang “Commander of Ten Thousand” (Pangleksa) meminpin pasukan pelopor.
Shih-pi dengan seperdua bagian lainnya menuju Ujunggaluh lewat laut
membawa perbekalan armada dipimpin oleh Ike Mese. Kiranya bagian yang dengan
kapal ini adalah kesatuan-kesatuan bantuan dan senjata bantuan, kesatuan
perbekalan dan kesatuan senjata berat, pelempar peluru (batu?). Mengingat
keadaan medan di Jawa diperkirakan banyak terdiri dari rawa-rawa maka senjata
berat ini akan selalu disiapkan di kapal saja.
Bagian terbesar dari expedisi ini adalah kesatuan infanteri. Maka dapat
diperkirakan seluruh kekuatan expedisi terbagi atas kesatuan kavaleri 5000
orang, kesatuan infanteri kira-kira 10.000 orang dan kesatuan bantuan kira-kira
5000 orang yang dapat dipakai sebagai bantuan cadangan. Perjalanan menuju Pulau
Belitung yang memakan waktu beberapa minggu melemahkan bala tentara Mongol
karena harus melewati laut dengan ombak yang cukup besar.
Banyak prajurit yang sakit karena tidak terbiasa melakukan pelayaran. Di
Belitung mereka menebang pohon dan membuat perahu (boats) berukuran lebih kecil
untuk masuk ke sungai-sungai di Jawa yang sempit sambil memperbaiki kapal-kapal
mereka yang telah berlayar mengarungi laut cukup jauh. Penyerangan Kerajaan
Kadiri Pada bulan kedua tahun itu Ike Mese bersama pejabat yang menangani
wilayah Jawa dan 500 orang menggunakan 10 kapal berangkat menuju ke Jawa untuk
membuka jalan bagi bala tentara Mongol yang dipimpin oleh Shih Pi.
Ketika berada di Tuban mereka mendengar bahwa raja Kartanagara telah tewas
dibunuh oleh Jayakatwang yang kemudian mengangkat dirinya sebagai raja
Singhasari. Oleh karena perintah Kublai Khan adalah menundukkan Jawa dan
memaksa raja
Singhasari, siapa pun orangnya, untuk mengakui kekuasaan bangsa Mongol, maka
rencana menjatuhkan Jawa tetap dilaksanakan. Sebelum menyusul ke Tuban
orang-orang Mongol kembali berhenti di Pulau Karimunjawa untuk bersiap-siap
memasuki wilayah Singhasari. Setelah berkumpul kembali di Tuban dengan bala
tentara Mongol. Ike Mese mengetahui kalau Kertanegara memiliki ahli waris
bernama Raden Wijaya.
Ia pun mengirim utusan menemui Raden Wijaya yang berkampung di Majapahit. Raden
Wijaya bersedia menyerah dan tunduk kepada Mongol asalkan terlebih dahulu
dibantu mengalahkan Jayakatwang raja Kadiri. Ike Mese kemudian diundang ke desa
Majapahit. Diputuskan bahwa Ike Mese akan membawa setengah dari pasukan
kira-kira sebanyak 10.000 orang berjalan kaki menuju Singhasari, selebihnya
tetap di kapal dan melakukan perjalanan menggunakan sungai sebagai jalan masuk
ke tempat yang sama.
Sebagai seorang pelaut yang berpengalaman, Ike Mese, yang sebenarnya adalah
suku Uigur dari pedalaman Cina bukannya bangsa Mongol, mendahului untuk membina
kerja sama dengan penguasa-penguasa lokal yang tidak setia kepada Jayakatwang.
Kisah serangan Mongol terhadap Jawa tersebut tercantum dalam Catatan Sejarah
Dinasti Yuan yang telah diterjemahkan oleh W.P. Groeneveldt, dalam bukunya,
Notes on The Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Sources
(1880).
Menurut cerita Pararaton Permohonan Arya Wiraraja kepada Kaisar Tiongkok untuk
memperoleh bantuan dalam usahanya menyerang kerajaan Kediri dengan janji dua
orang putri dari Tumapel dan seorang Putri dari Kerajaan Kediri yaitu Ratna
Kesari pada hakikatnya adalah bumbu romantis dari pengiriman tentara tersebut.
Tanpa permohonan bantuan dan janji tersebut tentara Tartar pasti datang ke Jawa
untuk menuntut balas atas penghinaan utusannya yang bernama Meng ki oleh Prabu
Kertanegara.
Di muka telah
diuraikan bagaimana watak Kaisar Kubilai Khan yang sangat ambisius untuk
memperluas daerah kekuasaannya, namun hal tersebut berbenturan dengan Prabu
kertanagara yang sadar akan keagungannya sebagai raja yang berdaulat sehingga
tidak mau tunduk begitu saja akan keinginan kaisar Kubilai Khan. Armada kapal
kerajaan Mongol selebihnya dipimpin langsung oleh Shih Pi memasuki Jawa dari arah
sungai Sedayu dan Kali Mas. Setelah mendarat di Jawa, ia menugaskan Ike Mese
dan Kau Hsing untuk memimpin pasukan darat.
Kubilai Khan
Beberapa panglima “pasukan 10.000-an” turut mendampingi mereka. Sebelumnya,
tiga orang pejabat tinggi diberangkatkan menggunakan ‘kapal cepat’ menuju ke
Majapahit Untuk mempermudah gerakan bala tentara asing ini, Raden Wijaya
memberi kebebasan untuk menggunakan pelabuhan-pelabuhan yang ada di bawah
kekuasaannya dan bahkan memberikan panduan untuk mencapai Daha, ibukota Singhasari.
Ia juga memberikan peta wilayah Singhsari kepada Shih Pi yang sangat bermanfaat
dalam menyusun strategi perang menghancurkan Jayakatwang. Selain Majapahit,
beberapa kerajaan kecil turut bergabung dengan orang-orang Mongol sehingga
menambah besar kekuatan militer sudah sangat kuat ketika berangkat dari Cina.
Persengkongkolan ini terwujud sebagai ungkapan rasa tidak suka mereka terhadap
raja Jayakatwang yang telah membunuh Kartanegara melalui sebuah kudeta yang
keji. Berita pendaratan pasukan dari Tartar telah tersiar sampai di kerajaan
Kediri, berita pendaratan tersebut ditambah dengan pemberontakan rakyat
Majapahit dan penduduk di sebelah timur Tegal bobot sari dipimpin oleh Arya
Wiraraja.
Berita tersebut menimbulkan keributan antara rakyat dan tentara Kediri, Segara
Winotan dituduh berkhianat kepada raja karena memberikan laporan yang tidak
sebenarnya, segala kesalahan ditumpahkan kepadanya. Puncak keributan tersebut
berupa penghunusan keris oleh Kebo Rubuh yang siap ditikamkan kepada Segara Wonotan
tetapi dengan cepat berhasil dicegah oleh Prabu Jayakatwang. Pada saat itu
datang akuwu di Tuban yang memberikan laporan bahwa tentara Tartar telah
mendarat di daerah tersebut.
Mereka merusak Kota Tuban, rakyat banyak yang lari mengungsi. Prabu Jayakatwang
menyadari bahwa negara benar benar dalam keadaan terancam. Pasukan harus segera
dipersiapkan untuk menghadapi musuh yang akan datang. Untuk membendung tentara
Tartar dan majapahit akhirnya diputuskan tentara Kediri akan dibagi dalam 3
pertahanan yaitu :
  • Mahisa
    Antaka dan Bowong memimpin pertahanan di bagian Utara , Prabu Jayakatwang
    ikut dalam pertahanan ini.
  • Sagara
    Winotan dan Senapati Rangga Janur memimpin pertahanan di bagian Timur.
  • Kebo
    Mudarang dan senapati Pangelet memimpin pertahaan bagian selatan
Prabu Jayakatwang sangat marah kepada Raden Wijaya sehingga memutuskan
menyerang musuh yang sedang bergerak. Tentara Kadiri menyerang Majapahit dari
tiga jurusan yaitu fron utara dipimpin ol
ada tahun Isaka 1203 (1281 M) dari negeri Cina datang dua orang putri Raja Ming/Miao Li yang dikenal dengan Mauliwarma Dewa keturunan Thong (Raja Miao Ciang)/Raja Li, Kerajaan Ming artinya Sinar/Surya,wilayah Cina waktu itu Campa/Melayu, Singapura atau Temasek hingga laut Cina Selatan (Nan Hay). Belakangan berhasil di satukan Madjapahit dan Cina di kuasai dinasty Cing/Ming karena Mongol/Khan sudah runtuh, makanya kita disebut bangsa “Indo-Cina” yang jadi cikal bakal bangsa Indonesia.jadi orang yang tinggal di daratan Cina hingga ujung selatan (Melayu) disebut orang Indo-Cina. Daratan Cina ke utara bernama “Mantjupai”. Madjapahit pun simbolnya Surya/Sinar, sedangkan simbol Raja adalah Macan putih. Dua Putri Raja Ming/Miao LI tersebut datang lengkap dengan dayang-dayang, pengawal,para suhu dan lain-lain, kedua putri tersebut adalah “Dara Jingga” dan adiknya “Dara Petak” (Putih), keadatangan Putri Cina ini pada zaman Kerajaan Singhasari yaitu pada masa pemerintahan Sri Kerthanegara/Bathara Siwa tahun isaka 1190-1214 atau tahun (1268-1292 Masehi). Putri Dara Petak bergelar “Maheswari” diperistri oleh Sri Jayabaya atau Prabu Brawijaya I/Bhre Wijaya/Raden Wijaya, Raja Madjapahit pertama yang juga bergelar “Sri Kertha Rajasa Jaya Wisnu Wardana” pada tahun isaka 1216-1231 atau tahun (1294-1309 Masehi) yang selanjutnya menurunkan Prethi Santana/keturunan bernama “Kala Gemet” yang menjadi Raja Madjapahit kedua pada tahun 1309-1328 M, yang bergelar “Jaya Negara”. Sedangkan Putri Dara Jingga yang bergelar Indreswari atau Li Yu Lan atau Sri Tinuhanengpura (yang dituakan di Pura Singosari dan Madjapahit) diperistri oleh Sri Jayasabha yang bergelar Sri Wilatikta Brahmaraja I atau Hyang Wisesa. Gelar Li adalah dari Raja Tong “Li Ti” (Li Wang Ti) yang mengirim Putri Macan Putih ke Kahuripan, Sri Jayasabha adalah pembesar Singosari dengan pangkat “Maha Menteri”. Putri Dara Jingga dalam lontar dikenal, yang berbunyi: Dara Jingga arabi Dewa Sang Bathara Adwaya Brahma yang selanjutnya menurunkan putra sebanyak enam orang laki-laki yaitu: Sri Cakradara, Arya Dhamar (yang disebut juga dengan Arya Teja alias Kiyayi Nala atau Adityawarman), Arya Kenceng, Arya Kuthawaringin, Arya Sentong dan Arya Pudak yang kemudian menjadi Penguasa/Raja Di Bali [1].
Dilihat dari silsilah (keturunan), Beliau adalah keturunan dari Sri Airlangga, pendiri Kerajaan Kahuripan dan Sri Airlangga adalah putra Sri Udayana Warmadewa, keturunan dari Sri Kesari Warmadewa (Sri Wira Dalem Kesari) raja kerajaan Singhamandawa (Singhadwala) Bali.

Datang di Bali

Pada tahun 1342, pasukan perang Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada selaku Panglima Perang Tertinggi, dibantu oleh Wakil Panglima Perang yang bernama Arya Damar, serta beberapa Perwira antara lain, Arya Kenceng, Arya Sentong, Arya Belog, Arya Kanuruhan, Arya Bleteng, Arya Pengalasan dan Adipati Takung, menyerang Kerajaan Bedulu di Bali. Dalam penyerangannya dibagi:
  • Induk pasukan dipimpin oleh Gajah Mada, penyerbuan dan pendaratan dipantai Timur Pulau Bali.
  • Arya Damar dengan kekuatan 20.000 orang tentara Palembang mengadakan pendaratan dipantai Utara Pulau Bali.
  • Tentara Sunda (Jawa Barat) yang berjumlah 20.000 orang, dipimpin oleh Adipati Takung dengan dibantu oleh tentara bawahan bernama Lagut, mengadakan pendaratan dipantai Barat Pulau Bali.
  • Pendaratan dipantai Bali Selatan, dilakukan serentak oleh 6 Perwira, masing-masing dibawah pimpinan: Arya Kenceng, Arya Sentong, Arya Bleteng, Arya Belog, Arya Pengalasan dan Arya Kanuruhan. Mereka masing-masing memimpin lebih kurang 15.000 orang[2].
Setelah Kerajaan Bedulu ditaklukan, oleh raja Kerajaan Majapahit Ratu Tribhuwana Tungga Dewi, Selanjutnya Gajah Mada membagi daerah kekuasaan kepada beberapa Arya, salah satunya Arya Kenceng diberikan memimpin daerah Tabanan yang Kerajaannya berada di Pucangan/Buahan Tabanan, dengan rakyat sebanyak 40.000 orang[3] dengan batas wilayah sebagai berikut:
  • Batas Timur: Sungai Panahan
  • Batas Barat: Sungai Sapwan
  • Batas Utara: Gunung Batukaru
  • Batas Selatan: Daerah Sanda, Kerambitan, Blumbang, Tanggun Titi dan Bajra
Pada tahun 1343 M beliau membuat istana disebuah desa yang bernama Desa Pucangan atau Buwahan, lengkap dengan Taman Sari di sebelah Tenggara Istana. Beliau memerintah dengan bijaksana sehingga keadaan daerah Tabanan menjadi aman sentosa.
Arya Kenceng mengambil istri putri keturunan brahmana yang bertempat tinggal di Ketepeng Reges yaitu suatu daerah di Pasuruan yang merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Arya Kenceng memperistri putri kedua dari brahmana tersebut sedangkan putri yang sulung diperistri oleh Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan dari Puri Samprangan dan putri yang bungsu diperistri oleh Arya Sentong.
Arya Kenceng sebagai kepala pemerintahan di daerah Tabanan bergelar Nararya Anglurah Tabanan, sangat pandai membawa diri sehingga sangat disayang oleh kakak iparnya Dalem Samprangan. Dalam mengatur pemerintahan beliau sangat bijaksana sehingga oleh Dalem Samprangan beliau diangkat menjadi Menteri Utama. Karena posisi beliau sebagai Menteri Utama, maka hampir setiap waktu beliau selalu berada disamping Dalem Samprangan. Arya Kenceng sangat diandalkan untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh Dalem Samprangan, karena jasanya tersebut maka Dalem Samprangan bermaksud mengadakan pertemuan dengan semua Arya di Bali. Dalam pertemuan tersebut Dalem Samprangan menyampaikan maksud dan tujuan pertemuan tersebut tiada lain untuk memberikan penghargaan kepada Arya Kenceng atas pengabdiannya selama ini.

“Wahai dinda Arya Kenceng, demikian besar kepercayaanku kepadamu, aku sangat yakin akan pengabdianmu yang tulus dan ikhlas dan sebagai tanda terima kasihku, kini aku sampaikan wasiat utama kepada dinda dari sekarang sampai seterusnya dari anak cucu sampai buyut dinda supaya tetap saling cinta mencintai dengan keturunanku juga sampai anak cucu dan buyut. Dinda saya berikan hak untuk mengatur tinggi rendahnya kedudukan derajat kebangsawanan (catur jadma), berat ringannya denda dan hukuman yang harus diberikan pada para durjana. Dinda juga saya berikan hak untuk mengatur para Arya di Bali, siapapun tidak boleh menentang perintah dinda dan para Arya harus tunduk pada perintah dinda. Dalam tatacara pengabenan atau pembakaran jenasah (atiwatiwa) ada 3 upacara yang utama yaitu Bandhusa, Nagabanda dan wadah atau Bade bertingkat sebelas. Dinda saya ijinkan menggunakan Bade bertingkat sebelas. Selain dari pada itu sebanyak banyaknya upacara adinda berhak memakainya sebab dinda adalah keturunan kesatriya, bagaikan para dewata dibawah pengaturan Hyang Pramesti Guru. Demikianlah penghargaan yang kanda berikan kepada adinda karena pengadian dinda yang tulus sebagai Mentri utama.”
Arya Kenceng karena telah lanjut usia, akhirnya beliau wafat dan dibuatkan upacara pengabenan (palebon) susuai dengan anugrah Dalem Samprangan yaitu boleh menggunakan bade bertingkat sebelas yang diwariskan hingga saat ini. Adapun roh sucinya (Sang Hyang Dewa Pitara) dibuatkan tugu penghormatan (Peliggih) yang disebut “Batur/Batur Kawitan” dan disungsung oleh keturunan beliau hingga saat ini dan selanjutnya.

Keturunan/Pratisentana Arya Kenceng[4]:

I. Arya Kenceng, Raja Tabanan I Berputra:
1. Dewa Raka/Magada Prabu.
Beliau tidak berminat menjadi raja, melaksanakan kehidupan kepanditaan dan mengangkat 5 orang anak asuh (putra upon-upon):
  • Ki Bendesa Beng
  • Ki Guliang di Rejasa
  • Ki Telabah di Tuakilang
  • Ki Bendesa di Tajen
  • Ki Tegehan di Buahan
2. Dewa Made/Megada Nata
3. Kiayi Tegeh Kori Asal Wangsa Tegeh Kori. Merupakan Putra kandung dari Arya Kenceng yang beribu dari desa Tegeh di Tabanan bukan putra Dalem yang diberikan kepada Arya Kenceng, [5], Beliau membangun Kerajaan di Badung, diselatan kuburan Badung (Tegal) dengan nama Puri Tegeh Kori (sekarang bernama Gria Jro Agung Tegal), karena ada konflik di intern keluarga maka beliau meninggalkan puri di Tegal dan pindah ke Kapal. Di Kapal sempat membuat mrajan dengan nama “Mrajan Mayun” yang sama dengan nama mrajan sewaktu di Tegal, dan odalannya sama yaitu pada saat “Pagerwesi”. Dari sana para putra berpencar mencari tempat. Kini pretisentananya (keturunannya) berada di Puri Agung Tegal Tamu, Batubulan, Gianyar dan Jero Gelgel di Mengwitani(Badung), Jro Tegeh di Malkangin Tabanan, Jero Batubelig di Batubelig. Dan dalam babad perjalanan Kiyai Tegeh (Arya Kenceng Tegeh Kori) tidak pernah membuat istana ataupun pertapaan di Benculuk atau sekarang di sebut Tonja. Di Puri Tegeh Kori beliau berkuasa sampai generasi ke empat. Adapun putra -putra dari Arya Kenceng Tegeh Kori IV Adalah:
  • Kyai Anglurah Putu Agung Tegeh Kori
    • I Gusti Putu GelGel. Magenah ring (bertempat tinggal di): Jro Gelgel di Mengwitani Badung, Yeh Mengecir Jembrana dan Jro Tegeh di Malkangin Tabanan
    • I Gusti Putu Mayun. Magenah ring Jro Batu Belig,Batubelig dan Cemagi
    • I Gusti Ketut Mas. Magenah ring Klusa
    • Kyai Anglurah Made Tegeh. Magenah ring Perang Alas(Lukluk badung), Pacung (Abian semal) dan Dencarik (Buleleng)
    • I Gusti Nyoman Mas. Magenah ring Kutri
    • I Gusti Putu Sulang. Magenah ring Sulang
    • I Gusti Made Tegeh. Magenah ring Mambal, Sibang, Karang Dalem
    • I Gusti Mesataan. Magenah ring Sidemen
    • I Gusti Putu Tegeh. Magenah ring Lambing, Klan, Tuban
    • I Gusti Ketut Maguyangan. Magenah ring Desa Banyu Campah
    • I Gusti Gede Tegeh. Magenah ring Plasa (Kuta)
    • I Gusti Abyan Timbul. Magenah ring Abian Timbul
    • I Gusti Putu Sumerta. Magenah ring Sumerta
  • Kyai Anglurah Made Tegeh
  • Kyai Ayu Mimba/Kyai Ayu Tegeh (Beliau yang menikah Ke Kawya Pura /Puri Mengwi)
4. Nyai Tegeh Kori/Sri Menawa
II. Shri Megada Nata/Arya Yasan, Raja Tabanan ke II
Berputra:
  • 1. Shri Arya Ngurah Langwang
  • 2. Ki Gusti Made Utara/Madyatara, Menurunkan Kelurga Besar Jero Subamia
  • 3. Ki Gusti Nyoman Pascima, Menurunkan Keluarga Besar Jero Pemeregan
  • 4.Ki Gusti Wetaning Pangkung, Menurunkan Para Gusti:
    • 1. Lod Rurung
    • 2. Kesimpar
    • 3. Serampingan
  • 5.Ki Gusti Nengah Samping Boni, Menurunkan Para Gusti:
    • 1. Kiayi Titih
    • 2. Kiayi Ersani, Menurunkan Kelurga Besar Jero Ersania(Dauh Pangkung Tabanan)
    • 3. Kiayi Nengah
    • 4. Kiayi Den Ayung (Putung)
  • 6.Ki Gusti Batan Ancak, Menurunkan Para Gusti:
    • 1. Ancak, Pindah ke Desa Nambangan Badung, sebagai pendamping Kiayi Ketut Pucangan (Sirarya Notor Wandira)
    • 2. Angglikan
  • 7. Ki Gusti Ketut Lebah
  • 8. Kiayi Ketut Pucangan/Sirarya Notor Wandira, Menjadi Raja di Badung, Selanjutnya Menurunkan Raja-Raja dan Pratisentana Arya Kenceng di Badung
III. Shri Arya Ngurah Langwang, Raja Tabanan ke III
Beliau memindahkan Kerajaan beserta Batur Kawitannya dari Pucangan ke Puri Agung Tabanan dan semenjak itu pula Arya Ngurah Langwang, saudara-saudaranya (Ki Gusti Made Utara, Ki Gusti Nyoman Pascima dan Ki Gusti Wetaning Pangkung) dan seketurunannya berpura kawitan di Pura Batur di Puri Singasana Tabanan (Puri Agung Tabanan ). Sedangkan bekas lahan Pura Batur di Buahan/Pucangan, diserahkan penggunaannya kepada putra upon-upon Ki Tegehan di Buahan.
Beliau berputra:
  • 1. Ki Gusti Ngurah Tabanan
  • 2. Ki Gusti Lod Carik, Menurunkan Para Gusti Lod Carik
  • 3.Ki Gusti Dangin Pasar, Menurunkan Para Gusti:
    • 1. Suna
    • 2. Munang
    • 3 Batur
  • 4.Ki Gusti Dangin Margi, Menurunkan Para Gusti:
    • 1. Ki Gusti Blambangan
    • 2. Ki Gusti Jong
    • 3. Ki Gusti Mangrawos di Kesiut Kawan
    • 4. Ki Gusti Mangpagla di Timpag
IV. Ki Gusti Ngurah Tabanan/Prabu Winalwan/Betara Mekules, Raja Tabanan ke IV dan ke VII
Berputra:
  • 1. Ki Gusti Wayan Pamedekan
  • 2. Ki Gusti Made Pamedekan
  • 3. Ki Gusti Bola Raja Tabanan ke X, Menurunkan Ki Gusti Tembuku
  • 4. Ki Gusti Made, Menurunkan Para Gusti Punahan
  • 5. Ki Gusti Wongaya, Menurunkan Para Gusti Wongaya (Jero Wongaya Tabanan)
  • 6. Ki Gusti Kukuh, Menurunkan Para Gusti Kukuh (Jero Kukuh Denbatas dan Jero Kukuh Delodrurung)
  • 7. Ki Gusti Kajanan, Menurunkan Para Gusti: 1. Kajanan, 2. Ombak dan 3. Pringga
  • 8. Ki Gusti Brengos (SiraArya Branjingan/SiraArya Sakti Abiantimbul, Dgn memperistri Ni Gusti Ayu Batan Ancak (Puri Ancak Tabanan) Menurunkan Para Gusti Abiantimbul Intaran melinggih ring (Jero Gede,Jero Abiantimbul Intaran Sanur, Jero Semawang intaran sanur, Jero Gulingan Intaran Sanur)

Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan
  • 9. Ni Gusti Luh Kukuh
  • 10. Ni Gusti Luh Kukub
  • 11. Ni Gusti Tanjung
  • 12. Ni Gusti Luh Tangkas
  • 13. Ni Gusti Luh Ketut
Stana/Pelinggih Beliau berada di Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan. Piodalannya pada Anggarkasih Dukut (Selasa Kliwon Dukut). https://maps.google.com/maps/ms?msid=202721896579854439167.0004a1a11cf7912f9b109&msa=0
V. Ki Gusti Wayahan Pamadekan, Raja Tabanan V
Berputra:
  • 1. Ki Gusti Nengah Mal Kangin, Raja Tabanan ke IX
  • 2 & 3. (Dua) Orang Wanita
  • 4. Raden Tumenggung, Putra yang lahir di Mataram, setelah Ki Gusti Wayahan Pamedekan ditangkap dalam perang dengan Mataram, dan diangkat sebagai mantu oleh Raja Mataram
VI. Ki Gusti Made Pamedekan, Raja Tabanan ke VI
Berputra:
  • 1. Sirarya Ngurah Tabanan
  • 2. Ki Gusti Made Dalang, Raja Tabanan ke IX
  • 3. Ni Gusti Luh Tabanan
VII. Sirarya Ngurah Tabanan (Betara Nisweng Penida), Raja Tabanan ke VIII
Berputra:
  • 1. Ni Gusti Luh Kepaon
  • 2. Ni Gusti Ayu Rai
  • 3. Ki Gusti Alit Dawuh
VIII. Ki Gusti Alit Dawuh/Sri Megada Sakti, Raja Tabanan ke XI
Berputra:
  • 1. Putra Sulung (tidak disebutkan namanya)
  • 2. I Gusti Made Dawuh/Ida Cokorda Dawuh Palaberputra:
    • 1. I Gusti Lanang
    • 2. I Gusti Kandel
    • 3. Ni Gusti Luh Selingsing
    • 4. Ni Gusti Luh Tatadan Menikah dengan seorang Brahmana di Griya Pasekan
    • 5. Ni Gusti Luh Sasadan
  • 3.Gusti Ngurah Nyoman Telabah berputra:
    • 1. Ki Gusti Blumbang
    • 2. Ki Gusti Pande
    • 3. Ni Gusti Luh Nade
  • 4. Kiayi Jegu berputra Ki Gusti Cangeh
  • 5.Kiayi Krasan berputra:
    • 1. Ki Gusti Subamia
    • 2. Ki Gusti Bengkel
    • 3. Ni Gusti Luh Sembung
    • 4. Ni Gusti Luh Sempidi
    • 5. Ni Gusti Luh Wayahan Tegal Tamu
  • 6.Kiayi Oka berputra:
    • 1. Ki Gusti Wongaya
    • 2. Ki Gusti Gede Oka
    • 3. Ki Gusti Pangkung
    • 4. Ki Gusti Ketut
    • 5. Ki Gusti Batan
  • 7. Ni Gusti Ayu Muter
  • 8. Ni Gusti Ayu Subamia beribu dari Jero Subamia, selanjutnya kawin dengan I Gusti Pemecutan Sakti di Badung
  • 9. Ni Gusti Luh Dangin
  • 10. Ni Gusti Luh Abian Tubuh Menikah dengan Ki Gusti Padang, putra dari Ki Gusti Ngurah Panji Sakti (Raja Buleleng)
  • 11. Ni Gusti Luh Mal Kangin Menikah dengan seorang Brahmana di Griya Dangin Carik
  • 12. Ni Gusti Luh Puseh
  • 13. Ni Gusti Luh Bakas
Pada waktu pemerintahan Ki Gusti Alit Dawuh (Sri Megada Sakti), di Bendana Badung keturunan dari Ki Gusti Batan Ancak yang bernama Ki Gusti Nyoman Kelod tidak memproleh kedudukan di Badung, beliau kembali lagi ke Tabanan untuk kemudian dititahkan oleh raja Sri Megada Sakti bermukim di desa Pandak, sebagai penguasa daerah pantai batas kerajaan.
IX. Putra Sulung Sri Megada Sakti/Ida Cokorda Tabanan/Ratu Lepas Pemade, Raja Tabanan ke XII,
Berputra:
  • 1. Ki Gusti Ngurah Sekar
  • 2. Ki Gusti Ngurah Gede/Cokorda I Gusti Ngurah Gede Banjar Membangun Puri Gede/Agung Kerambitan Selanjutkan menurunkan Puri/Jero dan Pratisentana Arya Kenceng di Kerambitan.
  • 3. Ki Gusti Sari di Wanasari
  • 4. Ki Gusti Pandak di Pandak Bandung
  • 5. Ki Gusti Pucangan di Buahan
  • 6. Ki Gusti Rejasa di Rejasa
  • 7. Ki Gusti Bongan di Bongan Kauh
  • 8. Ki Gusti Sangihan dan Ki Gusti Den di Banjar Ambengan
  • 9. Ni Gusti Luh Dalam Indung
  • 10. Ni Gusti Luh Perean
  • 11. Ni Gusti Luh Kuwum
  • 12. Ni Gusti Luh Beraban, Menikah dengan seorang Brahmana dari Griya Selemadeg Tabanan, melahirkan Putra yang kemudian membangun Griya Beraban. Mempunyai tugas khusus mengatur segala upacara/upakara bebantenan di Puri Agung Tabanan.
X. Ki Gusti Ngurah Sekar (Cokorda Sekar), Raja Tabanan ke XIII,
Berputra lahir dari Permaisuri dari Jero Subamia:
  • 1. Ki Gusti Ngurah Gede
  • 2. Ki Gusti Ngurah Made Rai, (sebagai Maha Ratu Pemade tinggal di Puri Kaleran, saat kakaknya Ki Gusti Ngurah Gede jadi Raja Tabanan)
  • 3. Ki Gusti Ngurah Rai (Cokorda Penebel), Raja Tabanan ke XVIIberpuri di Penebel, berputra:
    • 1. Ki Gusti Made Tabanan/Ki Gusti Ngurah Ubung Raja Tabanan ke XVIII
    • 2. Ni Sagung Wayahan
    • 3. Ni Sagung Made
    • 4. Ni Sagung Ketut
    • 5. Kiayi Kekeran
    • 6. Kiayi Made
    • 7. Kiayi Pangkung
    • 8. Kiayi Dauh
    • 9. Seorang Putri yang menikah dengan Kiayi Buruan
    • 10. Kiayi Kandel berputra Ki Gusti Made Kerambitan, Menurunkan Keluarga Besar Jero Kerambitan.
  • 4.Ki Gusti Ngurah Anom, Membangun Puri Mas, berputra:
    • 1. Ki Gusti Mas
    • 2. Ki Gusti Made Sekar
    • 3. Kiayi Pasekan
    • 4. Kiayi Pandak
    • 5. Ni Sagung Alit Tegeh
Lahir dari Ibu Penawing:
  • 5. Ni Gusti Luh Kandel
  • 6. Ni Gusti Luh Kebon
XI. Ki Gusti Ngurah Gede (Cokorda Gede Ratu), Raja Tabanan ke XIV,
Berputra:
  • 1. Ki Gusti Nengah Timpag
  • 2. Ki Gusti Sambian
  • 3. Ki Gusti Ketut Celuk
XII. Ki Gusti Ngurah Made Rai/Cokorda Made Rai, Raja Tabanan ke XV,
Berputra:
A. Dari Permaisuri bernama Ni Sagung Alit Tegal, putri dari Cokorda Ki Gusti Ngurah Gede Banjar Puri Gede Kerambitan melahirkan putra:
  • 1. Ki Gusti Agung Gede
  • 2.Ki Gusti Ngurah Nyoman Panji berputra:
    • 1. Ki Gusti Ngurah Agung, Beribuk dari Puri Gede Kerambitan, putri dari Cokorda Gede Selingsing
    • 2. Ki Gusti Ngurah Demung (Ida Betara Madewa di Puri Kaleran) Beribuk dari Demung
    • 3. Ki Gusti Ngurah Celuk, Beribuk dari Celuk dan Membangun Puri Kediri
B. Dari Istri Penawing
  • 3. Ni Sagung Ayu Made
  • 4. Ni Sagung Ayu Ketut
  • 5.Kiayi Nengah Perean, berputra:
    • 1.Kiayi Pangkung, berputra:
      • 1. Ki Gusti Wayahan Kompyang -> Menurunkan Jero Kompyang
    • 2. Ki Gusti Made Oka, Menurunkan Jero Oka
  • 6. Kiayi Buruan Raja Tabanan ke XVI
  • 7. Kiayi Banjar
  • 8. Kiayi Tegeh
  • 9. Kiayi Beng berputra Ki Gusti Wayahan Beng, Jero Beng, Jero Beng Kawan dan Jero Putu.
XIII. Ki Gusti Ngurah Agung (Ratu Singasana), Raja Tabanan ke XIX,
Berputra:
1. Sirarya Ngurah Tabanan, beribu Ni Sagung Wayan, putri dari Agung Ketut Jero Aseman Kerambitan.
2. Ki Gusti Ngurah Gede Banjar, beribu Ni Sagung Ayu Ngurah, putri dari Cokorda Made Penarukan, Puri Gede Kerambitan, Membangun Puri Anom Tabanan, bermukim di Saren Kangin Puri Anom Tabanan
3. Ki Gusti Ngurah Nyoman, Membangun Puri Anom Tabanan, bermukim di Saren Kawuh (sekarang disebut Saren Tengah) Puri AnomTabanan
4. Ki Gusti Ngurah Made Penarukan, Membangun Puri Anyar Tabanan
5. Sirarya Ngurah, Diperas oleh Ki Gusti Ngurah Demung (Ki Gusti Ngurah Made Kaleran)
6. Ki Gusti Ngurah Rai, Diperas oleh Ki Gusti Ngurah Demung, setelah Sirarya Ngurah Wafat tanpa keturunan.
7. Ni Sagung Ayu Gede
8. Ni Sagung Ayu Rai
XIV. Sirarya Ngurah Tabanan (Betara Ngeluhur), Raja Tabanan ke XX, bertahta tahun 1868 – 1903
Berputra:
1. Sirarya Ngurah Agung
2. Ki Gusti Ngurah Gede Mas
3. Arya Ngurah Alit Senapahan
4. Ki Gusti Ngurah Rai Perang, Membangun Puri Dangin Tabanan, Beribu Ni Gusti Ayu, keturunan Gusti Delod Rurung
5. Ki Gusi Nyoman Pangkung, Membangun Puri Dangin Tabanan
6. Ki Gusti Ngurah Made Batan, Membangun Puri Dangin Tabanan
7. Ki Gusti Ngurah Gede Marga -> Membangun Puri Denpasar Tabanan
8. I Gusti Ngurah Putu. Membangun Puri Pemecutan Tabanan, berputra:
  • 1. I Gusti Ngurah Wayan
  • 2. I Gusti Ngurah Made, berputra:
    • 1. I Gusti Ngurah Gede
    • 2. I Gusti Ngurah Mayun
  • 3.. Sagung Nyoman
  • 4. I Gusti Ngurah Ketut
  • 5. Sagung Rai
  • 6. Sagung Ketut, Kawin ke Jero Kompyang
9. Sagung Istri Ngurah
10. Ni Sagung Ayu Wah, Memimpin Pebalikan Wongaya, Perang melawan penjajah Belanda tanggal 27 November 1906
XV. Ki Gusti Ngurah Rai Perang (Cokorda Rai) Raja Tabanan ke XXI Tahun 1903 – 1906
Tewas muput raga di denpasar pada tahun 1906, sesaat setelah Puputan Badung
Berputra:
Yang ikut masuk ke Puri Singasana/Agung Tabanan:
  • 1. I Gusti Ngurah Gede Pegeg (sebagai putra mahkota), Tewas muput raga di Denpasar pada tahun 1906 sebelum naik tahta
  • 2. Ni Sagung Ayu Oka, pindah ke Puri Anom Tabanan dan menikah dengan Kramer, clerk controlir Belanda
  • 3. Ni Sagung Ayu Putu Galuh, pindah ke Puri Anom Tabanan, menikah dengan Ki Gusti Ngurah Anom, Puri Anom Saren Taman (Saren Kauh Sekarang)
Ki Gusti Ngurah Rai Perang/Ida Cokorda Rai (Raja Tabanan XXI) juga mempunyai putera dari istri yang lainnya dan tetap tinggal di Puri Dangin Tabanan[6], sebaga berikut:
  • 1. I Gusti Ngurah Anom ( Keturunannya tinggal di Puri Dangin Tabanan ), berputra:
    • 1. I Gusti Ngurah Ketut
    • 2. I Gusti Ngurah Alit
    • 3. I Gusti Ngurah Made
    • 4. Sagung Oka (Kawin ke Puri Anom)
    • 5. Sagung Nyoman (Kawin ke Jro Oka di Jegu)
    • 6. I Gusti Ngurah Gde Wisadnya
    • 7. I Gusti Ngurah Agung
  • 2. I Gusti Ngurah Putu Konol ( Keturunannya tinggal di Puri Dangin Tabanan di Jegu), berputra:
    • 1. I Gusti Ngurah Oka
    • 2. I Gusti Ngurah Gde Sasak
    • 3. Sagung Putri
    • 4. Sagung Putra (Kawin ke Puri Dangin Tabanan)
    • 5. Sagung Oka (Kawin ke Puri Pemecutan /Gede /Agung Tabanan)
  • 3. Ni Sagung Made.
XVI. Ki Gusti Ngurah Ketut (Cokorda Ngurah Ketut), Raja Tabanan ke XXII dari 29 Juli 1938 – ….
Berputra:
  • 1. I Gusti Ngurah Gede, beribu dari Puri Denpasar Tabanan
  • 2. I Gusti Ngurah Alit Putra, beribu Gusti Siluh Biang Resi
  • 3. I Gusti Ngurah Raka, beribu Mekel Merta
  • 4. Sagung Mas, beribu Sagung Istri Oka dari Puri Kediri Tabanan
  • 5. I Gusti Ngurah Agung, beribu Sagung Istri Oka dari Puri Kediri Tabanan
XVII. I Gusti Ngurah Gede (Cokorda Ngurah Gede), Raja Tabanan ke XXIII dari Maret 1947 – 1986
Berputra:
  • 1. Sagung Putri Sartika
  • 2. I Gusti Ngurah Bagus Hartawan
  • 3. Sagung Putra Sardini
  • 4. I Gusti Ngurah Alit Darmawan
  • 5. Sagung Ayu Ratnamurni
  • 6. Sagung Jegeg Ratnaningsih
  • 7. I Gusti Ngurah Agung Dharmasetiawan
  • 8. Sagung Ratnaningrat
  • 9. I Gusti Ngurah Rupawan
  • 10. I Gusti Ngurah Putra Wartawan
  • 11. I Gusti Ngurah Alit Aryawan
  • 12. Sagung Putri Ratnawati
  • 13. I Gusti Ngurah Bagus Grastawan
  • 14. I Gusti Ngurah Mayun Mulyawan
  • 15. Sagung Rai Mayawati
  • 16. Sagung Anom Mayadwipa
  • 17. Sagung Oka Mayapada
  • 18.’ I Gusti Ngurah Raka Heryawan
  • 19. I Gusti Ngurah Bagus Rudi Hermawan
  • 20. I Gusti Ngurah Bagus Indrawan
  • 21. Sagung Jegeg Mayadianti
  • 22. I Gusti Ngurah Adi Suartawan.
XVIII. I Gusti Ngurah Rupawan (Ida Cokorda Anglurah Tabanan), Raja Tabanan ke XXIV dari 21 Maret 2008
Cokorda Anglurah Tabanan berputera:
  • 1. Sagung Manik Vera Yuliawati
  • 2. I Gusti Ngurah Agung Joni Wirawan
  • 3. Sagung Inten Nismayani

Catatan kaki

  1. ^ (Indonesia)http://www.majapahit-masakini.co.cc/2009/04/sejarah-ibu-majapahit-nusantara.html
  2. ^ Buku “Riwayat Pulau Bali Dari Dzaman Ke Dzaman”, Disusun oleh: I Made Subaga, Gianyar – Bali
  3. ^ Babad Arya Tabanan, Kantor Dokumentasi Budaya Bali Propinsi Daerah Tingkat I Bali, Denpasar, 1997
  4. ^ Prasasti dan Silsilah (Keturunan) Arya Kenceng yang tersimpan
  5. ^ babad versi Benculuk Tegeh Kori atau http://bali.stitidharma.org/babad-arya-tegeh-kuri/ dan http: // singaraja.wordpress.com
  6. ^ Prasasti dan Silsilah (Keturunan) Arya Kenceng yang tersimpan di

Sumber

  • Prasasti dan Silsilah (Keturunan) Arya Kenceng yang tersimpan di: Puri Agung Tabanan, Puri Gede Krambitan, Puri Anom Tabanan, Puri Dangin Tabanan di Jegu.
  • BABAD ARYA TABANAN, KANTOR DOKUMENTASI BUDAYA BALI PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI, DENPASAR, 1997
  • Artikel-Artikel yang bersumber dari Lontar-Lontar yang dimiliki Keluarga Puri Tabanan
  • Buku “Riwayat Pulau Bali Dari Djaman Ke Djaman”, Disusun oleh: I Made Subaga, Gianyar – Bali
  • Babad Arya Tabanan Wikipedia,
Majapahit adalah Kerajaan yang terakhir dan sekaligus yang terbesar di
antara kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara.
 Didahului oleh kerajaan Sriwijaya,
yang beribukotakan Palembang di pulau Sumatra. Kerajaan ini dirintis oleh Raden
Wijaya yang merupakan keturunan keempat dari Ken Arok dan Ken Dedes.

Sebelum kerajaan Majapahit lahir, telah berdiri terlebih
dahulu pada tahun 1222Masehi kerajaan Singosari yang pendirinya adalah Ken Arok
yang berpusat di. Malang (Tumapel).

Lambang Kerajaan Majapahit
Penelusuran terhadap lahirnya kerajaan Majapahit tidak terlepas dari keberadaan
kerajaan Singosari Tumapel. Begitupun kalau kita menelusuri awal bersatunya
nusantara, tidak bisa terlepas dari kiprah Majapahit. Artinya keberadaan
Singosari, Majapahit, dan Nusantara adalah sesuatu yang bersifat integral dan
tidak terpisahkan satu sama lain.
Dalam sejarah bangsa Indonesia Majapahit memanglah ‘hanya’ satu di antara
banyak kerajaan yang pernah berkembang di dalam tubuh bangsa persatuan yang
kini disebut “Indonesia” ini. Walaupun demikian sejarahnya patut disimak dengan
cermat karena kelebihannya: cakupan teritorialnya yang paling ekstensif,
durasinya yang cukup panjang, serta pancapaian-pencapaian budayanya yang cukup
bermakna.
Diawali dengan rintisan di masa Singhasari, yaitu masa Pra Majapahit yang
mempunyai kesinambungan dinastik dengan masa Majapahit, Perluasan wilayah
dilanjutkan dengan mencakup daerah-daerah yang lebih luas. Pada masa Singhasari
negara-negara yang disatukan di bawah koordinasi kewenangan Singhasari adalah:
Madhura, Lamajang, Kadiri, Wurawan, Morono, Hring, dan Lwa, semua mengacu pada
daerah-daerah di pulau Jawa (timur ) dan Madura.
Untuk lebih jelasnya sebelum mengerti sejarah Majapahit akan diuraikan terlebih
dahulu sejarah berdirinya kerajaan Singhasari yang merupakan cikal bakal
berdirinya Kerajaan Majapahit.
Sejarah berdirinya Majapahit dimulai
dari Perintah dari Raja Singhasari yaitu Kertanagara yang memerintahkan Raden
Wijaya untuk menghalau serangan tentara Kadiri di desa Memeling. Raden Wijaya
di desa Mameling berhasil menumpas musuh.

Candi Waringin Lawang diperkirakan sebagai Gapura Majapahit


Dengan puas tentara Singosari kembali menuju ibukota, Betapa terkejutnya mereka
ketika sampai di perbatasan sorak sorai tentara musuh yang telah berhasil
merusak keraton Singhasari. Raja Śri Kĕrtānegara gugur, kerajaan Singhasāri
berada di bawah kekuasaan raja Jayakatwang dari Kadiri. Raden Wijaya berusaha
menyelamatkan apa yang masih mungkin bisa diselamatkan, mereka dengan gagah
berani menyerbu kedalam istana, namun karena jumlah tentara kediri yang begitu
banyak maka usaha tersebut tidak berhasil.


Raden Wijaya kemudian dikepung oleh patih Daha Kebo Mundarang sehingga akhirnya
memutuskan untuk mengundurkan diri. Raden wijaya dengan pengikutnya Lembu Sora,
Gajah Pagon, Medang Dangli, Malusa Wagal, Nambi, Banyak Kapuk, Kebo Kepetengan,
Wirota Wiragati dan Pamandana lari melintasi sawah yang baru habis dibajak.
Ketika hampir tertangkap oleh Patih Mundarang, Raden Wijaya memancal tanah
bajakan sehingga jatuh didada dan dahi ki Patih ,Raden Wijaya pun berhasil
lolos dari kejaran musuh.



Wilayah Kekuasaan Majapahit. 



Setelah beristirahat sejenak Raden Wijaya kemudian membagi-bagikan celana
gringsing kepada pengikut-pengikutnya tiap orang sehelai dan diperintahkan
ngamuk, Pada waktu menjelang malam ketika tentara Kediri sedang berpesta pora
Raden Wijaya dan para pengikutnya kembali lagi masuk kedalam keraton
Singhasari.


Putri Kertanegara yang bungsu yaitu Gayatri ditawan oleh muduh dan dibawa ke
Kediri sedangkan putri yang sulung yaitu Tribuaneswari berhasil diselamatkan
oleh Raden Wijaya. Atas nasehat Lembu Sora, Raden Wijaya bersama Putri dan para
pengikutnya kemudian mundur ke luar kota menuju arah utara karena tidak ada
gunanya melanjutkan perang yang pasti akan membawa kekalahan karena jumlah
tentara Kediri jauh lebih besar.

Candi Kedaton Reruntuhan Istana Majapahit


Masih ada kira kira 600 orang pengikut Raden Wijaya. Paginya ia bertemu lagi
dengan musuh, banyak prajurit yang putus asa dan meninggalkannya, hingga
pengikutnya tinggal sedikit. Maka Wijaya bermaksud meneruskan perjalanan menuju
ke Terung untuk minta bantuan kepada Akuwu Terung, Wuru Agraja yang diangkat
sebagai akuwu oleh Mendiang Sri Kertanegara., dengan harapan memperoleh bantuan
untuk mengumpulkan orang di sebelah timur dan timur laut Terung.


Maka pengikut Wijaya menjadi gembira dan pada malam harinya mereka berangkat ke
barat melalui Kulawan yang telah dijadikan benteng oleh musuh, di mana ia menjumpai
musuh yang besar jumlahnya.

Arca Pertapa Hindu
Jaman Kerajaan Majapahit.


Raden Wijaya dikejar oleh musuh dan lari ke utara menuju Kembangsri (Bangsri),
di mana ia berjumpa lagi dengan musuh, hingga ia terpaksa bergegas mencebur ke
Bengawan dan menyeberanginya. Di sungai ini banyak prajuritnya yang tewas
terkena tumbak musuh. Banyak yang lari mencari hidup sendiri-sendiri.


Sesampainya di seberang sungai pengikut Wijaya tinggal duabelas orang. Pada
pagi hari rombongan Wijaya diketemukan oleh rakyat Kudadu. Disana Raden Wijaya
diterima dan dijamu ketua desa yang bernama Macan Kuping dengan kelapa muda dan
nasi putih. Raden wijaya sangat terharu atas sambutan tersebut . Gajah Pagon
yang menderita luka cukup parah di pahanya akhirnya ditinggal di Dusun pandak,
disembunyikan di tengah ladang.

Raden Wijaya kemudian melanjutkan perjalanan Ke Pulau Madura diantar
sampai di daerah Rembang. Dalam Pararaton dusun Pandak tidak disebut yang
disebut ialah datar. Lempengan tembaga yang terdapat di Gunung Butak di daerah
Mojokerto yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah menjadi Raja Majapahit
terkenal dengan Piagam Kudadu sebagai ungkapan terima kasih Raden Wijaya kepada
ketua dusun kudadu yang pernah menerimanya dengan ramah sebelum melanjukan
perjalanan ke Madura.


Berkat pertolongan Kepala Desa Kudadu, rombongan Raden Wijaya dapat
menyeberangi laut menuju Madura untuk meminta perlindungan dari Arya Wiraraja,
seorang Bupati Singhasari yang ditempatkan di didaerah tersebut.. Raden Wijaya
Tiba di Madura Setibanya di Pulau Madura, Raden Wijaya dan pengikutnya segera
menemui Arya Wiraraja.

Sikap Arya Wiraraja
sebagai Bupati Singhasari tidak berubah meskipun tahu Kerajaan Singhasari telah
runtuh. Sambutan yang demikian membuat Raden Wijaya terharu sehingga menjanjikan
apabila berhasil mengembalikan kekuasaan yang telah direbut Jayakatwang maka
wilayah kerajaan setengahnya akan diberikan kepada Arya Wiraraja. Arya Wiraraja
sangat senang mendengar janji Raden Wijaya dan akan berupaya mengerahkan segala
kekuatan yang dimilikinya untuk mewujudkan keinginan Raden Wijaya tersebut.
Prajurit Majapahit

Arya Wiraraja juga memberi nasehat agar Raden Wijaya menyerah dan mengabdi
kepada Prabu Jayakatwang di Kediri dan selama tinggal di istana, Raden Wijaya
diminta menyelidiki sampai dimana kekuatan tentara Kadiri. Setelah itu Raden
Wijaya diminta mengajukan permohonan kepada Prabu Jayakatwang untuk membuka
hutan dan tanah tandus di daerah Tarik dan Arya Wiraraja akan mengirimkan
orang-orang Madura untuk membantunya.
Buah Maja


Konon, buah maja ditemukan pada saat Raden Wijaya diijinkan membuka hutan Tarik
Demikianlah Arya Wiraraja kemudian mengirimkan utusan ke Kadiri untuk
menyampaikan bahwa Raden Wijaya menyerah dan bermaksud untuk mengabdi kepada
Prabu Jayakatwang. Permohonan tersebut disetujui oleh Prabu Jayakatwang.


Raden Wijaya kemudian berangkat ke Kadiri dengan diantar oleh Arya Wiraraja
sampai di daerah Terung dan Raden Wijaya kemudian dijemput oleh patih kadiri
yaitu Sagara Winotan dan Yangkung Angilo di daerah Jung Biru. Adapun
Tribhuwaneswari yang turut serta dalam perjalanan Raden Wijaya ke Madura
dititipkan ke pada Arya Wiraraja.


Kedatangan Raden Wijaya dan para pengikutnya di Kadiri bertepatan dengan
perayaan hari raya Galungan. Setelah cukup lama mengabdi di Kadiri Raden Wijaya
kemudian mengusulkan untuk membuka daerah tarik (daerah Sidoarjo) menjadi hutan
perburuan bagi Prabu Jayakatwang yang suka berburu. Usul tersebut segera
disetujui tanpa curiga. Daerah Tarik terletak di tepi sungai Brantas dekat
pelabuhan Canggu yang sekarang terletak di sebelah Timur Mojokerto.


Raden Wijaya Segera mengirim Wirondaya ke Sumenep Madura untuk melaporkan
persetujuan tersebut kepada Bupati Madura Arya Wiraraja. Arya Wiraraja kemudian
mengerahkan orang Madura untuk membuka Hutan tarik Dalam waktu singkat hutan
tarik berhasil dibuka dan orang Madura yang membantu pembukaan hutan tersebut
kemudian menetap di daerah tersebut. Daerah tersebut kemudian dinamakan
Majapahit atau Wilwatikta.


Konon pada saat itu, seorang tentara yang haus mencoba memakan buah maja yang
banyak terdapat pada tempat itu dan menemukan bahwa ternyata rasanya pahit
sehingga daerah itu dinamai demikian. Wilwa artinya buah Maja, Tikta artinya
pahit. Setelah Hutan Tarik berhasil dibuka, Raden Wijaya kemudian minta izin
kepada Prabu Jayakatwang untuk menengok daerah tersebut.


Prabu Jayakatwang mengizinkan asal tidak lama tinggal didaerah tersebut.
Demikianlah akhirnya Raden wijaya berangkat bersama pengiringnya pada hari
mertamasa. Pada hari ke tujuh Raden Wijaya akhirnya sampai di daerah Tarik dan
tinggal di Pesanggrahan yang terbuat dari bambu yang dikelilingi kolam. Panji
Wijayakrama memberikan uraian yang sangat jelas tentang keberadaan daerah
Majapahit sebagai berikut :

Kota
yang dibangun menghadap ke sungai yang besar yaitu sungai brantas yang
mengalir dari Kediri sampai ke laut.
  • Sungai
    kecil yang mengalir dari selatan yaitu kali mas yang pada jaman tersebut
    disebut kali Kancana.
  • Perahu
    dagang hilir mudik silih berganti dikemudikan oleh orang Madura. · Orang
    Madura mengalir tak putus putusnya ke Majapahit, mereka menetap di
    Majapahit bagian utara yang dinamakan Wirasabha. ·
  • Disebelah
    tenggara kota adalah jembatan.
  • Daerah
    yang dibuka sebagian besar berupa sawah dan perkebunan yang ditanami
    bunga, pucang, pinang , kelapa dan pisang ·
  • Telah
    tersedia tahta dari batu putih tempat duduk Raden Wijaya yang dinakaman
    Wijil Pindo yang artinya pintu kedua.
Raden Wijaya pandai mengambil hati rakyat Majapahit yang baru saja menetap
di daerah Tarik, orang orang dari Daha dan Tumapel kemudian banyak yang menetap
di daerah Majaphit. Di desa ini Raden Wijaya kemudian memimpin dan menghimpun
kekuatan, khususnya rakyat yang loyal terhadap mendiang Prabu Kertanegara yang
berasal dari daerah Daha dan Tumapel.
Arya Wiraraja sendiri menyiapkan pasukannya di Madura untuk membantu Raden
Wijaya bila saatnya diperlukan. Rupanya ia pun kurang menyukai Raja
Jayakatwang. Banyak Kapuk dan Mahisa Pawagal yang diutus oleh Raden Wijaya ke
sumenep Madura telah sampai. Semua pesan Raden Wijaya telah disampaikan kepada
Arya Wiraraja.Ketika mereka akan kembali putra Arya Wiraraja yang bertempat di dusun Tanjung
di sebelah Barat Madura dikirim ke Majapahit membawa pesan ayahnya bahwa Arya
Wiraraja belum bisa datang ke Majapahit dan Arya Wiraraja akan secepatnya
mengirim utusan ke Tiongkok untuk minta bantuan tentara Tartar. Banyak Kapuk
dan Mahisa Pawagal akhirnya pulang ke majapahit mengiringi Putri
Tribhuwaneswari dan Putra Arya Wiraraja yaitu Ranggalawe.
Nama Ranggalawe adalah pemberian Raden Wijaya kepada putra Arya Wiraraja
tersebut karena ketegasan tindak tanduknya pada saat pertama kali bertemu Raden
Wijaya. Lawe artinya benang / wenang karena dia diberikan wewenang untuk
memerintah seluruh rakyat Madura dan diberi pangkat Rangga.
Keesokan harinya Raden Wijaya bersama Ranggalawe, Ken Sora dan para Wreddha
Menteri lainnya menyusun siasat untuk menyerang kerajaan kediri. Namun sebelum
penyerangan dilaksanakan Ranggalawe minta ijin pulang ke Madura untuk mengambil
kuda ayahnya yang berasal dari daerah Bima dan kuda kuda lainnya untuk
tunggangan para panglima pasukan. Usul tersebut disetujui akhirnya Ranggalawe
pulang ke Madura.
Raden Wijaya telah
lama meninggalkan kediri, akhirnya pada bulan Waisaka datang utusan dari Prabu
Jayakatwang yang bernama Sagara Winotan yang meminta kepada Raden Wijaya untuk
balik ke Kediri karena Prabu Jayakatwang akan melaksanakan perburuan di daerah
baru tersebut. Pada saat Sagara Winotan ada di Majapahit datanglah Ranggalawe
dengan kuda kuda perangnya dari Madura. Kuda kuda tersebut kemudian diturunkan
dari atas Kapal.

Arca Raden Wijaya


Segara Wionotan terheran heran melihatnya. Untuk menghindari kecurigaan dari
utusan kediri tersebut, Raden wijaya kemudian menjelaskan bahwa kuda kuda
tersebut akan dipergunakan untuk persiapan berburu Prabu Jayakatwang. Segara
Winotan percaya akan maksud baik Raden Wijaya dan ingin segera melihat sepak
terjang orang orang Madura dalam melaksanakan perburuan. Namun perkataan Segara
Winotan tanpa disadari telah menyinggung hati Ranggalawe sehingga menyahut “
apa bedanya tindak landuk petani Madura dengan orang Daha, segera engkau akan
mengetahui kemampuan orang Madura “. Raden Wijaya terkejut mendengar teriakan
lantang Ranggalawe.

Kalau hal tersebut dibiarkan maka akan terjadi perselisihan diantara kedua
orang tersebut dan apa yang telah dirahasiakan selama ini akan terbongkar.
Untuk menenangkan suasana Ken Sora kemudian mengajak Ranggalawe untuk mengawasi
penurunan kuda kuda dari kapal. Segara Winotan yang terkejut dengan teriakan Ranggalawe
segera menanyakan siapakan gerangan orang tersebut.

Raden Wijaya menjelaskan bahwa orang tersebut adalah Kemenakan Ken Sora dari
Tanjung sebelah barat Madura. Ucapannya kasar karena dia adalah petani bentil,
karena itu janganlah terlalu diambil hati. Segera Winota kemudian kembali ke
Daha. Kuda yang dibawa oleh Ranggalawe dari Madura berjumah 27 ekor kemudian
dibagikan kepada para pemimpin pasukan. Segara Winotan telah kembali ke
Kerajaan Kediri kemudian melaporkan ke hadapan Prabu Jayakatwang persiapan
berburu yang telah dilakukan oleh Raden Wijaya, tanpa mengetahui keadaan yang
sebenarnya. Maklumlah selama di daerah Tarik Segara Winotan hanya diterima di
daerah Warasaba dan tidak diberi kesempatan untuk melihat keadaan kota.


Raden Wijaya sangat pintar untuk menerima tamunya sedemikian rupa sehingga
Segara Winotan tidak mengetahui persiapan perang yang sedang direncanakan oleh
Raden Wijaya. Arya Wiraraja telah bersiap siap untuk berangkat ke Majapahit
diiringi Bala tentaranya dari Madura. Kedatangannya dengan perahu sampai di
Canggu disambut oleh Raden Wijaya dan ditempatkan di Pesanggarahan yang telah
dipersiapkan untuknya.


Arya Wiraraja minta maaf kepada Raden Wijaya karena telah mengambil keputusan
tanpa persetujuan dari Raden Wijaya yang menjanjikan 2 orang putri dari Tumapel
akan diserahkan kepada Kaisar Tartar bila mampu menundukkan kerajaan Kediri
dibawah pimpinan Prabu Jayakatwang. Kaisar Tartar berjanji bahwa pasukan Tartar
akan datang pada bulan Waisaka.


Dalam menyusun siasat untuk menyerang Kerajaan Kediri, Ranggalawe mengusulkan
agar pasukan majapahit dipecah menjadi 2 yaitu ·
  • Arya
    Wiraraja memimpin pasukan yang bergerak melalui jalan raja, lewat
    Linggasana.
  • Raden
    Wijaya memimpin pasukan yang melalui Singhasari. Ranggalawe akan ikut dalam
    pasukan pimpinan Raden Wijaya, kedua pasukan akan bertemu di daerah
    Barebeg.
Dalam Kidung Harsa Wijaya Pupuh IV diuraikan tentang peperangan Majapahit
dengan Kerajaan Kediri. Ranggalawe berpendapat tidaklah mungkin terjadinya
perang tanpa ada penyebabnya, karena hal tersebut akan menimbulkan tuduhan
bahwa Raden Wijaya tidak tahu berterima kasih akan kebaikan Prabu Jayakatwang
yang telah menerima Raden Wijaya dan pengikutnya dengan baik selama mengabdi di
kerajaan Kediri.
Oleh karena itu Ranggalawe mengusulkan agar Raden Wijaya mengirimkan utusan ke
Prabu Jayakatwang untuk meminta putri Puspawati dan Gayatri yaitu putri Prabu
Kertanagara yang ditawan oleh Kerajaan Kadiri. Jika permintaan tersebut tidak
dikabulkan maka alasan tersebutlah yang akan dipakai dasar untuk menyerang
Kerajaan Kediri. Ken Sora, Gajah Pagon dan Lembu Peteng lebih cendrung untuk
memberontak begitu saja, karena bukan tidak mungkin prabu Jayakatwang akan
meluluskan permintaan Raden Wijaya tersebut.Nambi mengusulkan agar tentara Majapahit berusaha memikat Menteri
Menteri kerajaan Daha sehingga ikut membantu pemberontakan terhadap
pemerintahan prabu Jayakatwang. Usul tersebut ditolak oleh Podang yang mendapat
dukungan dari Panji Amarajaya, Jaran Waha, Kebo Bungalan dan Ranggalawe. Karena
pandapat yang berbeda beda tersebut akhirnya mereka semua minta pendapat dari
Arya Wiraraja, karena telah terbukti Arya Wiraraja pandai memberi nasehat
kepada Raden Wijaya. Arya Wiraraja memberi nasehat agar Raden Wijaya bersabar
menunggu kedatangan Pasukan dari Tartar sebulan lagi.
Pasukan Berkuda Mongol

Akhirnya pada tanggal
1 Maret 1293, 20.000 pasukan Mongol mendarat di Jawa. disebelah barat Canggu
dan langsung membuat benteng pertahanan di lembah Janggala. Disebutkan bahwa
utusan yang dikirim ke Jawa terdiri dari tiga orang pejabat tinggi kerajaan,
yaitu Shih Pi, Ike Mese, dan Kau Hsing. Hanya Kau Hsing yang berdarah Cina,
sedangkan dua lainnya adalah orang Mongol. Mereka diberangkatkan dari Fukien
membawa 20.000 pasukan dan seribu kapal.
Kublai Khan membekali pasukan ini untuk pelayaran selama satu tahun serta biaya
sebesar 40.000 batangan perak. Shih Pi dan Ike Mese mengumpulkan pasukan dari
tiga provinsi: Fukien, Kiangsi, dan Hukuang. Sedangkan Kau Hsing bertanggung
jawab untuk menyiapkan perbekalan dan kapal. Pasukan besar ini berangkat dari
pelabuhan Chuan-chou dan tiba di Pulau Belitung sekitar bulan Januari tahun
1293.Di sini mereka mempersiapkan penyerangan ke Jawa selama lebih kurang satu
bulan. Kekuatan Satuan Tugas Expedisi Tartar. Untuk mendapatkan gambaran betapa
besar kekuatan Satuan Tugas Expedisi Tartar ke Jawa kami mencoba membuat
analisa data yang disebut dalam buku W.P.Groeneveldt. Analisa ini juga untuk
mendapatkan gambaran susunan dari Satuan Tugas ini.Armada tugas berkekuatan 1000 kapal dengan perbekalan cukup untuk satu tahun.
Gubernur Fukien diperintahkan oleh Kubilai Khan untuk menghimpun pasukan
berkekuatan 20.000 dari propinsi-propinsi Fukien, Kiang-si dan Hukuang. Tiga
propinsi ini berada di Cina Selatan. Fukien berbatasan dengan laut selat
Taiwan. Pasukan ini dikumpulkan di pelabuhan propinsi Fukien bernama Chuan-chau
dari mana armada diberangkatkan.Jadi pasukan yang dikumpulkan dari tiga propinsi adalah terdiri dari orang
Cina. Sebagai pemimpin umum ditunjuk Shih-pi dan Ike Mese dan Kau Hsing sebagai
pembantu-pembantunya. Dari namanya dapat diperkirakan, Shih-pi dan Ike Mese
adalah berasal dari Mongolia (Tartar asli) sedang Kau Hsing adalah Cina.
Pasukan Tartar yang menyerbu ke Eropa terkenal karena pasukan kudanya. Jadi dapat diperkirakan pasukan kavaleri yang ikut ke Jawa ini terdiri atas
orang-orang Tartar. Selain dari tiga propinsi di atas disebut pula adanya
beberapa kesatuan yang dikumpulkan di Ching-yuan (sekarang Ning-po) di sebelah
selatan Syang-hai. Shih-pi dan Ike Mese lewat daratan dengan pasukan itu
berjalan dari sini menuju Chuan-chou, sedang Kau Hsing mengangkut perbekalan
dengan kapal.
Jadi diperkirakan pasukan yang berkumpul di Ning-po ini adalah
kesatuan-kesatuan berkuda (kavaleri) yang disebut dalam laporan Shih-pi
berkekuatan 5000 orang, kiranya terdiri dari orang-orang Tartar. Maka dapat
diperkirakan, expedisi yang berkekuatan 20.000 orang ini terbagi dalam
infanteri 15.000 orang. Dalam kronik Cina itu tidak disebut berapa besar jumlah
awak kapal yang 1000 buah itu. Kalau tiap kapal berawak kapal 10 orang maka
seluruhnya akan berjumlah 10.000 orang pelaut.
Jadi seluruh expedisi ini berkekuatan 1000 kapal, kira-kira 30.000 prajurit dan
5000 kuda. Sesampainya di Tuban expedisi tersebut, seperdua dari kekuatan
tempur didaratkan di sini dan menuju Pacekan lewat darat. Bagian yang lewat
darat ini dipimpin oleh Kau Hsing terdiri atas kavaleri dan infanteri sedang
seorang “Commander of Ten Thousand” (Pangleksa) meminpin pasukan pelopor.
Shih-pi dengan seperdua bagian lainnya menuju Ujunggaluh lewat laut
membawa perbekalan armada dipimpin oleh Ike Mese. Kiranya bagian yang dengan
kapal ini adalah kesatuan-kesatuan bantuan dan senjata bantuan, kesatuan
perbekalan dan kesatuan senjata berat, pelempar peluru (batu?). Mengingat
keadaan medan di Jawa diperkirakan banyak terdiri dari rawa-rawa maka senjata
berat ini akan selalu disiapkan di kapal saja.
Bagian terbesar dari expedisi ini adalah kesatuan infanteri. Maka dapat
diperkirakan seluruh kekuatan expedisi terbagi atas kesatuan kavaleri 5000
orang, kesatuan infanteri kira-kira 10.000 orang dan kesatuan bantuan kira-kira
5000 orang yang dapat dipakai sebagai bantuan cadangan. Perjalanan menuju Pulau
Belitung yang memakan waktu beberapa minggu melemahkan bala tentara Mongol
karena harus melewati laut dengan ombak yang cukup besar.
Banyak prajurit yang sakit karena tidak terbiasa melakukan pelayaran. Di
Belitung mereka menebang pohon dan membuat perahu (boats) berukuran lebih kecil
untuk masuk ke sungai-sungai di Jawa yang sempit sambil memperbaiki kapal-kapal
mereka yang telah berlayar mengarungi laut cukup jauh. Penyerangan Kerajaan
Kadiri Pada bulan kedua tahun itu Ike Mese bersama pejabat yang menangani
wilayah Jawa dan 500 orang menggunakan 10 kapal berangkat menuju ke Jawa untuk
membuka jalan bagi bala tentara Mongol yang dipimpin oleh Shih Pi.
Ketika berada di Tuban mereka mendengar bahwa raja Kartanagara telah tewas
dibunuh oleh Jayakatwang yang kemudian mengangkat dirinya sebagai raja
Singhasari. Oleh karena perintah Kublai Khan adalah menundukkan Jawa dan
memaksa raja
Singhasari, siapa pun orangnya, untuk mengakui kekuasaan bangsa Mongol, maka
rencana menjatuhkan Jawa tetap dilaksanakan. Sebelum menyusul ke Tuban
orang-orang Mongol kembali berhenti di Pulau Karimunjawa untuk bersiap-siap
memasuki wilayah Singhasari. Setelah berkumpul kembali di Tuban dengan bala
tentara Mongol. Ike Mese mengetahui kalau Kertanegara memiliki ahli waris
bernama Raden Wijaya.
Ia pun mengirim utusan menemui Raden Wijaya yang berkampung di Majapahit. Raden
Wijaya bersedia menyerah dan tunduk kepada Mongol asalkan terlebih dahulu
dibantu mengalahkan Jayakatwang raja Kadiri. Ike Mese kemudian diundang ke desa
Majapahit. Diputuskan bahwa Ike Mese akan membawa setengah dari pasukan
kira-kira sebanyak 10.000 orang berjalan kaki menuju Singhasari, selebihnya
tetap di kapal dan melakukan perjalanan menggunakan sungai sebagai jalan masuk
ke tempat yang sama.
Sebagai seorang pelaut yang berpengalaman, Ike Mese, yang sebenarnya adalah
suku Uigur dari pedalaman Cina bukannya bangsa Mongol, mendahului untuk membina
kerja sama dengan penguasa-penguasa lokal yang tidak setia kepada Jayakatwang.
Kisah serangan Mongol terhadap Jawa tersebut tercantum dalam Catatan Sejarah
Dinasti Yuan yang telah diterjemahkan oleh W.P. Groeneveldt, dalam bukunya,
Notes on The Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Sources
(1880).
Menurut cerita Pararaton Permohonan Arya Wiraraja kepada Kaisar Tiongkok untuk
memperoleh bantuan dalam usahanya menyerang kerajaan Kediri dengan janji dua
orang putri dari Tumapel dan seorang Putri dari Kerajaan Kediri yaitu Ratna
Kesari pada hakikatnya adalah bumbu romantis dari pengiriman tentara tersebut.
Tanpa permohonan bantuan dan janji tersebut tentara Tartar pasti datang ke Jawa
untuk menuntut balas atas penghinaan utusannya yang bernama Meng ki oleh Prabu
Kertanegara.
Di muka telah
diuraikan bagaimana watak Kaisar Kubilai Khan yang sangat ambisius untuk
memperluas daerah kekuasaannya, namun hal tersebut berbenturan dengan Prabu
kertanagara yang sadar akan keagungannya sebagai raja yang berdaulat sehingga
tidak mau tunduk begitu saja akan keinginan kaisar Kubilai Khan. Armada kapal
kerajaan Mongol selebihnya dipimpin langsung oleh Shih Pi memasuki Jawa dari arah
sungai Sedayu dan Kali Mas. Setelah mendarat di Jawa, ia menugaskan Ike Mese
dan Kau Hsing untuk memimpin pasukan darat.
Kubilai Khan
Beberapa panglima “pasukan 10.000-an” turut mendampingi mereka. Sebelumnya,
tiga orang pejabat tinggi diberangkatkan menggunakan ‘kapal cepat’ menuju ke
Majapahit Untuk mempermudah gerakan bala tentara asing ini, Raden Wijaya
memberi kebebasan untuk menggunakan pelabuhan-pelabuhan yang ada di bawah
kekuasaannya dan bahkan memberikan panduan untuk mencapai Daha, ibukota Singhasari.
Ia juga memberikan peta wilayah Singhsari kepada Shih Pi yang sangat bermanfaat
dalam menyusun strategi perang menghancurkan Jayakatwang. Selain Majapahit,
beberapa kerajaan kecil turut bergabung dengan orang-orang Mongol sehingga
menambah besar kekuatan militer sudah sangat kuat ketika berangkat dari Cina.
Persengkongkolan ini terwujud sebagai ungkapan rasa tidak suka mereka terhadap
raja Jayakatwang yang telah membunuh Kartanegara melalui sebuah kudeta yang
keji. Berita pendaratan pasukan dari Tartar telah tersiar sampai di kerajaan
Kediri, berita pendaratan tersebut ditambah dengan pemberontakan rakyat
Majapahit dan penduduk di sebelah timur Tegal bobot sari dipimpin oleh Arya
Wiraraja.
Berita tersebut menimbulkan keributan antara rakyat dan tentara Kediri, Segara
Winotan dituduh berkhianat kepada raja karena memberikan laporan yang tidak
sebenarnya, segala kesalahan ditumpahkan kepadanya. Puncak keributan tersebut
berupa penghunusan keris oleh Kebo Rubuh yang siap ditikamkan kepada Segara Wonotan
tetapi dengan cepat berhasil dicegah oleh Prabu Jayakatwang. Pada saat itu
datang akuwu di Tuban yang memberikan laporan bahwa tentara Tartar telah
mendarat di daerah tersebut.
Mereka merusak Kota Tuban, rakyat banyak yang lari mengungsi. Prabu Jayakatwang
menyadari bahwa negara benar benar dalam keadaan terancam. Pasukan harus segera
dipersiapkan untuk menghadapi musuh yang akan datang. Untuk membendung tentara
Tartar dan majapahit akhirnya diputuskan tentara Kediri akan dibagi dalam 3
pertahanan yaitu :
  • Mahisa
    Antaka dan Bowong memimpin pertahanan di bagian Utara , Prabu Jayakatwang
    ikut dalam pertahanan ini.
  • Sagara
    Winotan dan Senapati Rangga Janur memimpin pertahanan di bagian Timur.
  • Kebo
    Mudarang dan senapati Pangelet memimpin pertahaan bagian selatan
Prabu Jayakatwang sangat marah kepada Raden Wijaya sehingga memutuskan
menyerang musuh yang sedang bergerak. Tentara Kadiri menyerang Majapahit dari
tiga jurusan yaitu fron utara dipimpin oleh para adipati dan anjuru, fron
selatan dipimpin oleh Menteri Araraman dan fron timur dipimpin oleh prajurit
yang langsung berhadapan dengan pasukan dari Majapahit. Namun semuanya dapat
dipukul mundur oleh pasukan Majapahit dan Mongol.
Pada bulan ketiga tahun 1293, setelah seluruh pasukan
berkumpul di mulut sungai Kali Mas, penyerbuan ke kerajaan Kediri mulai
dilancarkan. Kekuatan kerajaan Kediri di sungai tersebut dapat dilumpuhkan,
lebih dari 100 kapal berdekorasi kepala raksasa dapat disita karena seluruh
prajurit dan pejabat yang mempertahankannya melarikan diri untuk bergabung
dengan pasukan induknya.
Peperangan besar baru terjadi pada hari ke-15, bila dihitung semenjak pasukan
Mongol mendarat dan membangun kekuatan di muara Kali Mas, di mana bala tentara
gabungan Mongol dengan Raden wijaya berhasil mengalahkan pasukan Kadiri.
Kekalahan ini menyebabkan sisa pasukan kembali melarikan diri untuk
berkumpul di Daha, ibukota Kadiri. Pasukan Ike Mese, Kau Hsing, dan Raden
wijaya melakukan pengejaran dan berhasil memasuki Daha beberapa hari kemudian.
Pada hari ke-19 terjadi peperangan yang sangat menentukan bagi kerajaan Kadiri
Ike Mese menyerang dari timur, Kau Hsing dari barat, Shih Pi menyusuri sungai,
sedangkan pasukan Raden Wijaya sebagai barisan belakang.
Perang meletus tanggal 20 Maret 1293 pagi. Kota Daha digempur tiga kali
meskipun sudah dijaga 100.000 orang prajurit. Gabungan pasukan Cina dan Raden
Wijaya berhasil membinasakan 5.000 tentara Daha. Dalam Kidung Panji Wijayakrama
pupuh VII Segara Winotan berhadapan dengan Ranggalawe di pertahanan bagian Timur.
Ranggalawe mengendarai kuda Anda Wesi berhasil melompat kedalam kereta Segara
Winotan.
Dalam pertempuran diatas kereta tersebut Ranggalawe berhasil memotong leher
Segara Winotan sampai tewas. Di bagian selatan Ken Sora berhasil menangkap kebo
Mundarang di lurah Trini Panti. Kebo Mundarang yang sudah tidak berdaya
berjanji untuk menyerahkan anak perempuannya kepada Ken Sora namun Ken Sora
tidak sudi mendengarnya.
Dalam peperangan ini dikatakan bahwa pasukan Mongol menggunakan meriam yang
pada zaman itu masih tergolong langka di dunia. Terjadi tiga kali pertempuran
besar antara kedua kekuatan yang berseteru ini di keempat arah kota dan
dimenangkan oleh pihak para penyerbu. Pasukan Kadiri terpecah dua, sebagian
menuju sungai dan tenggelam di sana karena dihadang oleh orang-orang Mongol,
sedang sebagian lagi sebanyak lebih kurang 5.000 dalam keadaan panik akhirnya
terbunuh setelah bertempur dengan tentara gabungan Mongol-Majapahit.
Salah seorang anak Jayakatwang yang melarikan diri ke perbukitan di sekitar
ibukota dapat ditangkap dan ditawan oleh pasukan Kau Hsing berkekuatan seribu
orang. Dengan kekuatan yang tinggal setengah, Jayakatwang mundur untuk
berlindung di dalam benteng. Sore hari, menyadari bahwa ia tidak mungkin
mempertahankan lagi di Daha, Jayakatwang keluar dari benteng dan menyerahkan
diri untuk kemudian ditawan di benteng pertahan ujung galuh.
Menurut Pararaton dan Kidung Harsawijaya, Jayakatwang meninggal dunia di dalam
penjara Ujung Galuh setelah menyelesaikan sebuah karya sastra berjudul Kidung
Wukir Polaman. Setelah Raja Jayakatwang kalah, Raden Wijaya mohon diri kembali
ke Majapahit untuk menyiapkan upeti bagi kaisar Khubilai Khan. Kerajaan Kediri
telah jatuh, Putri Gayatri kemudian diboyong kembali ke Majapahit.
Agaknya timbul perselisihan antara panglima Cina ini dengan panglima-panglima
Tartar. Shih-pi dan Ike Mese, karena kedua orang panglima ini telah mengijinkan
Wijaya kembali ke Majapahit. Kau Hsing tidak mempercayai Wijaya, maka ia
mengejar dan meninggalkan Kediri dengan divisi dan pasukan pelopor yang di
bawah pimpinannya.
Majapahit menghalau Tentara Tartar Sebelum dimulai uraian tentang
gerakan-gerakan operasi militer oleh Raden Wijaya terhadap kesatuan-kesatuan
Tartar, lebih dahulu kita berusaha mendapatkan gambaran mengenai keadaan yaitu
medan di mana kesatuan-kesatuan baik dari Majapahit maupun dari Tartar.
Keuntungan Majapahit adalah, bahwa prajurit Majapahit lebih mengenal keadaan
medan yang bagi orang Tartar masih sangat asing.
Medan berbukit-bukit dan sebagian besar tersusun oleh tanah keras atau
bongkah-bongkah karang. Di sebelah timur sungai diperkirakan keadaan tanahnya
masih lunak, bahkan banyak yang merupakan rawa-rawa dan di dekat desa di
sana-sini berupa tanah persawahan. Kalau ada jalan tentu jalan-jalan ini tidak
dikeraskan dengan diberi dasar batu. Baik di barat maupun di timur sungai masih
terdapat banyak hutan-hutan lebat. Betapa sukarnya daerah ini dilalui, apa lagi
oleh suatu kesatuan militer yang besar, dapat kita perkirakan dari waktu yang
diperlukan untuk menempuh jarak antara Pacekan sampai Kediri.
Dalam kronik Cina laporan Shih-pi menyebut, ia harus bertempur sepanjang
kurang-lebih 300 li dari Kediri sampai ke kapal-kapalnya. Memang jarak antara
Surabaya dan Kediri adalah kira-kira 130 kilometer lewat jalan berbelok-belok,
kalau ditarik garis lempang dari Surabaya sampai Kediri kira-kira jarak itu
adalah kurang-lebih 100 kilometer.
Jarak Majapahit-Kediri yang kira-kira tujuhpuluh kilometer itu oleh kesatuan
Tartar ditempuh dalam waktu 4 hari (tanggal 15 sampai 19) berjalan. Jadi tiap
harinya hanya dapat menyelesaikan jarak kira-kira 17 kilometer. Kalau sehari
selama 2 hari masih terang mereka dapat berjalan kira-kira 9 jam, maka tiap jam
kiranya dapat diselesaikan 2 km.
Maka dari sini kita dapat membuat perkiraan, betapa beratnya keadaan medan pada
waktu itu. Kronik Cina menyebut, Wijaya pada hari ke dua bulan ke empat
diizinkan kembali ke Majapahit dengan pasukannya disertai oleh dua orang
perwira Tartar dan 200 orang prajurit untuk menyiapkan persembahan bagi kaisar
Tartar, jadi 13 hari setelah Kediri menyerah.
Tanggal 9 Mei ia berangkat, sampai di Majapahit tanggal 13 Mei. Dengan
diam-diam Wijaya menyiapkan pasukan dan rakyatnya. Dalam Kronik cina disebutkan
bahwa Kau Hsing yang sejak tanggal dikalahkannya Kediri mengejar seorang
pangeran yang lari ke pegunungan sekembalinya ke Kediri baru mengetahui, bahwa
Wijaya telah berangkat dengan ijin Shih-pi dan Ike Mese. Tindakan
rekan-rekannya ini tidak disetujui oleh Kau Hsing, agaknya timbullah perselisihan
antara para pembesar ini. Diperkirakan Kau Hsing berada di pegunungan selama
dua minggu lebih, kita buat 16 hari. Maka ia diperkirakan kembali pada tanggal
14 Mei.
Setelah mengumpulkan divisinya ia segera mengejar Wijaya yang telah sempat
menyiapkan pasukan di tempat-tempat pengadangan. Didalam Istana Majapahit
sekarang timbul kesulitan yang harus dihadapi Majapahit terhadap pasukan
Tartar. Dalam Kidung Wijayakrama dikisahkan bagaimana sikap yang harus diambil
jika tentara Tartar menagih janji 2 orang putri Tumapel sebagai hadiah kepada
Kaisar Tartar.
Ketika Arya Wiaraja menanyakan hal tersebut semuanya terdiam, tidak berani
menjawab. Ken Sora mengemukakan pendapat bahwa tidak baik memungkiri janji yang
telah disepakati. Kemudian Ranggalawe bersuara lantang sesuai dengan wataknya “
Jangan takut sang prabu, itu hanyalah soal kecil. Jika kita harus melawan kami
bersedia mati sebagai pahlawan.
Jika paduka takut berperang tidaklah masih layak hidup di dunia. Ucapan
Ranggalawe yang lantang tersebut membangkitkan semangat dan tekat semua yang
hadir, semua setuju dan bersedia mati untuk sang Raja. Akhirnya utusan Tartar
telah datang dengan 200 orang pengiring lengkap dengan senjata dan menyerahkan
surat untuk menagih janji. Setelah surat dibaca Ken Sora memberitahukan bahwa
orang Majapahit tidak akan mengingkari janji yang telah disepakati tersebut.
Namun demikian putri Singhasari tersebut sangat miris kalau melihat senjata
karenanya putri bisa pingsan. Oleh karena itu simpanlah baik baik senjata
kalian dalam bilik yang terkunci dan beritahukan kepada pasukan pengawal yang
akan menjemput tuan Putri untuk tidak membawa senjata. Utusan kemudian kembali
membawa pesan Ken Sora kepada kepala Pasukan. 300 orang Tartar kemudian datang
menjemput tuan Putri, para pengawal dibawa masuk ke balai panjang untuk di
jamu, para wanitanya dibawa oleh Arya Wiraraja kedalam istana.
Ketika mereka sedang berpesta dengan serta merta pasukan Majapahit menyerang
mereka. Banyak diantara mereka yang terbunuh, yang selamat kemudian ditawan.
Pada tanggal 19 April 1293 Raden Wijaya kemudian menyerang tentara Mongol yang
sedang berpesta di Daha dan Canggu. Penyerangan tersebut dari arah utara dan
selatan. Kota Kediri telah dikepung, sambil menangkis serangan dari arah
selatan mereka bergerak menuju arah utara mendekati pantai tempat armadanya.
Namun dari arah utarapun diserang juga sehingga tentara Tartar yang terdesak
kemudian berbelok kearah barat .
Pasukan Tartar yang masih tersisa tidak menyadari bahwa Raden Wijaya akan
bertindak demikian Ike Mese memutuskan mundur setelah kehilangan 3.000 orang
tentaranya. Betapa hebatnya serangan Wijaya ini dapat kita perkirakan dari
laporan lain yang menyebutkan, bahwa Shih-pi sampai terputus dari pasukan yang
lain. Ini berarti bahwa daerah sepanjang jalan antara Kediri dan Ujunggaluh
benar-benar dikuasai oleh pasukan dan rakyat Desa Majapahit. Shih-pi yang
meninggalkan Kediri beberapa hari kemudian dan terputus dari pasukan yang lain
terpaksa harus dengan bertempur membuka jalan menuju Pacekan dan Ujunggaluh
yang dicapainya dengan susah-payah.
Untuk mencapai kapal-kapalnya di muara sungai ia harus bertempur
sepanjang jalan kira-kira 300 li, kira-kira 100 km. Ia kehilangan lebih dari
3000 orang tewas dalam pertempuran ini. Ini dapat dibayangkan, bagaimana jalan
pertempuran dan mengapa Shih-pi terpaksa harus menelan kekalahan. Kalau Kau
Hsing yang memimpin divisi infanteri dengan pasukan perintisnya yang terlatih
dapat mematahkan serangan Wijaya, maka pasukan berkuda Tartar yang berada dalam
devisi Shih-pi merupakan makanan empuk bagi pasukan panah Majapahit, belum lagi
kalau kuda-kuda ini dipancing masuk rawa-rawa maka orang-orang di atas kuda ini
merupakan sasaran yang baik bagi anak panah Majapahit.
Tiga ribu orang yang tewas ini kira-kira sabagian besar adalah dari kavaleri.
Shih-pi rupa-rupanya dengan tergesa-gesa masuk kapal, karena ia dikejar oleh
pasukan Wijaya sampai dekat Pacekan, di Tegal Bobot Sari. Dari sini ia berlayar
selama 68 hari kembali ke Cina dan mendarat di Chuan-chou. Kekekalahan bala tentara
Mongol oleh orang-orang Jawa hingga kini tetap dikenang dalam sejarah Cina.
Sebelumnya mereka nyaris tidak pernah kalah di dalam peperangan melawan bangsa
mana pun di dunia.
Selain di Jawa, pasukan Kublai Khan juga pernah hancur saat akan menyerbu
daratan Jepang. Akan tetapi kehancuran ini bukan disebabkan oleh kekuatan
militer bangsa Jepang melainkan oleh terpaan badai sangat kencang yang
memporakporandakan armada kapal kerajaan dan membunuh hampir seluruh prajurit
di atasnya. Expedisi Tartar meninggalkan Pulau Jawa.
Setelah para panglima kembali berkumpul di Ujunggaluh, maka dalam perundingan
diputuskan untuk kembali saja, karena tugas menghukum raja Jawa telah selesai,
dan tidak ada gunanya untuk meneruskan pertempuran, karena mereka tak mengenal
keadaan medan, mereka dapat terrpancing masuk rawa-rawa, di mana mereka tak
bisa bergerak dan dengan mudah diserang oleh orang-orang Majapahit. Kiranya
selain itu mereka juga memperhitungkan keadaan angin yang pada akhir bulan Mei
biasanya sudah mulai meniup ke Barat (angin timur) dengan tetap.
Selama kira-kira tiga bulan. Untuk bisa cepat sampai di Cina mereka harus
segera berangkat, kalau mereka tidak ingin menjumpai rintangan berupa taifun
atau angin yang tidak menentu. Maka mereka dapat sampai di Chuang Chou setelah
68 hari meninggalkan Jawa. Juga kemungkinan kejangkitan wabah mereka
perhitungkan. Kalau mereka lebih lama berada di rawa-rawa di muara sungai ini,
dikuatirkan akan bertambahnya korban disebabkan oleh malaria dan penyakit lain.
Maka diputuskan lebih baik kembali daripada menderita lebih banyak kerugian,
untuk menghindari kegagalan total, karena tidak mengenal medan, penyakit dan
kehancuran oleh tifun di laut. Menjelang akhir bulan Maret, yaitu di hari
ke-24, seluruh pasukan Mongol kembali ke negara asalnya dengan membawa tawanan
para bangsawan Singhasari ke Cina beserta ribuan hadiah bagi kaisar.
Sebelum berangkat mereka menghukum mati Jayakatwang dan anaknya sebagai
ungkapan rasa kesal atas ‘pemberontakan’ Raden Wijaya. Kitab Pararaton memberikan
keterangan yang kontradiktif, disebutkan bahwa Jayakatwang bukan mati dibunuh
orang-orang Mongol melainkan oleh Raden Wijaya sendiri, tidak lama setelah
ibukota kerajaan Kadiri berhasil dihancurkan.
Demikianlah tentara tartar tidak sempat mengatur siasat dan kehilangan begitu
banyak tentaranya akhirnya meninggalkan Jawa tanggal 24 April 1293, dengan
membawa pulang lebih dari 100 orang tawanan, peta, daftar penduduk, surat
bertulis emas dari Bali, dan barang berharga lainnya yang bernilai sekitar 500.000
tahil perak. Ternyata kegagalan Shih Pi menundukkan Jawa harus dibayar mahal
olehnya.
Ia menerima 17 kali cambukan atas perintah Kublai Khan, seluruh harta
bendanya dirampas oleh kerajaan sebagai kompensasi atas peristiwa yang
meredupkan kebesaran nama bangsa Mongol tersebut. Ia dipersalahkan atas
tewasnya 3.000 lebih prajurit dalam ekspedisi menghukum Jawa tersebut. Selain
itu, peristiwa ini mencoreng wajah Kublai Khan karena untuk kedua kalinya
dipermalukan orang-orang Jawa setelah raja Kartanegara melukai wajah Meng Chi.
Namun sebagai raja yang tahu menghargai kesatriaan, tiga tahun kemudian nama
baik Shih Pi direhabilitasi dan harta bendanya dikembalikan. Ia diberi hadiah
jabatan tinggi dalam hirarkhi kerajaan Dinasti Yuan yang dinikmatinya sampai
meninggal dalam usia 86 tahun.
Tentara Tartar meninggalkan jawa setelah diserang oleh tentara Majapahit
Setelah kekalahan tentara mongol di Jawa karena siasat Raden Wijaya, Kubilai
Khan tidak mengirimkan pasukan lagi ke AsiaTenggara. Hal tersebut dikarenakan
dinasti Yuan sedang konsentrasi di dalam Negeri termasuk membangun ibukota
khanbalik. pembangunan ibukota Khan balik ini yang membuat Mongol menjadi
berunbah ada yang mengatakan menjadi lemah karena asalnya Mongol adalah suku
pengembara.
pada tahun 1297 Raden Wijaya mengirim utusan ke Beijing untuk berdamai. Kublai
Khan senang dan tidak lagi menuntut raja Jawa datang ke Beijing. Akhirnya
cita-cita Raden Wijaya untuk menjatuhkan Daha dan membalas sakit hatinya kepada
Jayakatwang dapat diwujudkan dengan memanfaatkan tentara Tartar.Raden Wijaya kemudian memproklamirkan berdirinya sebuah kerajaan baru yang
dinamakan Majapahit.RAJA RAJA MAJAPAHIT
Raden Wijaya adalah pendiri kerajaan Majapahit tahun
1293 setelah berhasil mengalahkan Prabu Jayakatwang dari Kerajaan Kadiri dan
berhasil memukul mundur pasukan Mongol dari tanah Jawa.


Untuk menggambarkan bagaimana pemerintahan Majapahit pada jaman pemerintahan
Raden Wijaya dan Raja Raja selanjutnya berikut akan diutarakan terlebih dahulu
Nama Raja – Raja yang memerintah dari tahun berdirinya Majapahit sampai
berakhirnya kerajaan tersebut yang ditandai dengan tahun Candrasengkala yaitu
Senja Ilang Kertaning Bumi.
  1. Raden
    Wijaya, bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1293 – 1309)
  2. Kalagamet,
    bergelar Sri Jayanegara (1309 – 1328)
  3. Sri
    Gitarja, bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 – 1350)
  4. Hayam
    Wuruk, bergelar Sri Rajasanagara (1350 – 1389)
  5. Wikramawardhana
    (1389 – 1429)
  6. Suhita
    (1429 – 1447)
  7. Kertawijaya,
    bergelar Brawijaya I (1447 – 1451)
  8. Rajasawardhana,
    bergelar Brawijaya II (1451 – 1453)
  9. Purwawisesa
    atau Girishawardhana, bergelar Brawijaya III (1456 – 1466)
  10. Pandanalas,
    atau Suraprabhawa, bergelar Brawijaya IV (1466 – 1468)
  11. Kertabumi,
    bergelar Brawijaya V (1468 – 1478)
  12. Girindrawardhana,
    bergelar Brawijaya VI (1478 – 1498)
  13. Hudhara,
    bergelar Brawijaya VII (1498-1518)
eh para adipati dan anjuru, fron
selatan dipimpin oleh Menteri Araraman dan fron timur dipimpin oleh prajurit
yang langsung berhadapan dengan pasukan dari Majapahit. Namun semuanya dapat
dipukul mundur oleh pasukan Majapahit dan Mongol.
Pada bulan ketiga tahun 1293, setelah seluruh pasukan
berkumpul di mulut sungai Kali Mas, penyerbuan ke kerajaan Kediri mulai
dilancarkan. Kekuatan kerajaan Kediri di sungai tersebut dapat dilumpuhkan,
lebih dari 100 kapal berdekorasi kepala raksasa dapat disita karena seluruh
prajurit dan pejabat yang mempertahankannya melarikan diri untuk bergabung
dengan pasukan induknya.
Peperangan besar baru terjadi pada hari ke-15, bila dihitung semenjak pasukan
Mongol mendarat dan membangun kekuatan di muara Kali Mas, di mana bala tentara
gabungan Mongol dengan Raden wijaya berhasil mengalahkan pasukan Kadiri.
Kekalahan ini menyebabkan sisa pasukan kembali melarikan diri untuk
berkumpul di Daha, ibukota Kadiri. Pasukan Ike Mese, Kau Hsing, dan Raden
wijaya melakukan pengejaran dan berhasil memasuki Daha beberapa hari kemudian.
Pada hari ke-19 terjadi peperangan yang sangat menentukan bagi kerajaan Kadiri
Ike Mese menyerang dari timur, Kau Hsing dari barat, Shih Pi menyusuri sungai,
sedangkan pasukan Raden Wijaya sebagai barisan belakang.
Perang meletus tanggal 20 Maret 1293 pagi. Kota Daha digempur tiga kali
meskipun sudah dijaga 100.000 orang prajurit. Gabungan pasukan Cina dan Raden
Wijaya berhasil membinasakan 5.000 tentara Daha. Dalam Kidung Panji Wijayakrama
pupuh VII Segara Winotan berhadapan dengan Ranggalawe di pertahanan bagian Timur.
Ranggalawe mengendarai kuda Anda Wesi berhasil melompat kedalam kereta Segara
Winotan.
Dalam pertempuran diatas kereta tersebut Ranggalawe berhasil memotong leher
Segara Winotan sampai tewas. Di bagian selatan Ken Sora berhasil menangkap kebo
Mundarang di lurah Trini Panti. Kebo Mundarang yang sudah tidak berdaya
berjanji untuk menyerahkan anak perempuannya kepada Ken Sora namun Ken Sora
tidak sudi mendengarnya.
Dalam peperangan ini dikatakan bahwa pasukan Mongol menggunakan meriam yang
pada zaman itu masih tergolong langka di dunia. Terjadi tiga kali pertempuran
besar antara kedua kekuatan yang berseteru ini di keempat arah kota dan
dimenangkan oleh pihak para penyerbu. Pasukan Kadiri terpecah dua, sebagian
menuju sungai dan tenggelam di sana karena dihadang oleh orang-orang Mongol,
sedang sebagian lagi sebanyak lebih kurang 5.000 dalam keadaan panik akhirnya
terbunuh setelah bertempur dengan tentara gabungan Mongol-Majapahit.
Salah seorang anak Jayakatwang yang melarikan diri ke perbukitan di sekitar
ibukota dapat ditangkap dan ditawan oleh pasukan Kau Hsing berkekuatan seribu
orang. Dengan kekuatan yang tinggal setengah, Jayakatwang mundur untuk
berlindung di dalam benteng. Sore hari, menyadari bahwa ia tidak mungkin
mempertahankan lagi di Daha, Jayakatwang keluar dari benteng dan menyerahkan
diri untuk kemudian ditawan di benteng pertahan ujung galuh.
Menurut Pararaton dan Kidung Harsawijaya, Jayakatwang meninggal dunia di dalam
penjara Ujung Galuh setelah menyelesaikan sebuah karya sastra berjudul Kidung
Wukir Polaman. Setelah Raja Jayakatwang kalah, Raden Wijaya mohon diri kembali
ke Majapahit untuk menyiapkan upeti bagi kaisar Khubilai Khan. Kerajaan Kediri
telah jatuh, Putri Gayatri kemudian diboyong kembali ke Majapahit.
Agaknya timbul perselisihan antara panglima Cina ini dengan panglima-panglima
Tartar. Shih-pi dan Ike Mese, karena kedua orang panglima ini telah mengijinkan
Wijaya kembali ke Majapahit. Kau Hsing tidak mempercayai Wijaya, maka ia
mengejar dan meninggalkan Kediri dengan divisi dan pasukan pelopor yang di
bawah pimpinannya.
Majapahit menghalau Tentara Tartar Sebelum dimulai uraian tentang
gerakan-gerakan operasi militer oleh Raden Wijaya terhadap kesatuan-kesatuan
Tartar, lebih dahulu kita berusaha mendapatkan gambaran mengenai keadaan yaitu
medan di mana kesatuan-kesatuan baik dari Majapahit maupun dari Tartar.
Keuntungan Majapahit adalah, bahwa prajurit Majapahit lebih mengenal keadaan
medan yang bagi orang Tartar masih sangat asing.
Medan berbukit-bukit dan sebagian besar tersusun oleh tanah keras atau
bongkah-bongkah karang. Di sebelah timur sungai diperkirakan keadaan tanahnya
masih lunak, bahkan banyak yang merupakan rawa-rawa dan di dekat desa di
sana-sini berupa tanah persawahan. Kalau ada jalan tentu jalan-jalan ini tidak
dikeraskan dengan diberi dasar batu. Baik di barat maupun di timur sungai masih
terdapat banyak hutan-hutan lebat. Betapa sukarnya daerah ini dilalui, apa lagi
oleh suatu kesatuan militer yang besar, dapat kita perkirakan dari waktu yang
diperlukan untuk menempuh jarak antara Pacekan sampai Kediri.
Dalam kronik Cina laporan Shih-pi menyebut, ia harus bertempur sepanjang
kurang-lebih 300 li dari Kediri sampai ke kapal-kapalnya. Memang jarak antara
Surabaya dan Kediri adalah kira-kira 130 kilometer lewat jalan berbelok-belok,
kalau ditarik garis lempang dari Surabaya sampai Kediri kira-kira jarak itu
adalah kurang-lebih 100 kilometer.
Jarak Majapahit-Kediri yang kira-kira tujuhpuluh kilometer itu oleh kesatuan
Tartar ditempuh dalam waktu 4 hari (tanggal 15 sampai 19) berjalan. Jadi tiap
harinya hanya dapat menyelesaikan jarak kira-kira 17 kilometer. Kalau sehari
selama 2 hari masih terang mereka dapat berjalan kira-kira 9 jam, maka tiap jam
kiranya dapat diselesaikan 2 km.
Maka dari sini kita dapat membuat perkiraan, betapa beratnya keadaan medan pada
waktu itu. Kronik Cina menyebut, Wijaya pada hari ke dua bulan ke empat
diizinkan kembali ke Majapahit dengan pasukannya disertai oleh dua orang
perwira Tartar dan 200 orang prajurit untuk menyiapkan persembahan bagi kaisar
Tartar, jadi 13 hari setelah Kediri menyerah.
Tanggal 9 Mei ia berangkat, sampai di Majapahit tanggal 13 Mei. Dengan
diam-diam Wijaya menyiapkan pasukan dan rakyatnya. Dalam Kronik cina disebutkan
bahwa Kau Hsing yang sejak tanggal dikalahkannya Kediri mengejar seorang
pangeran yang lari ke pegunungan sekembalinya ke Kediri baru mengetahui, bahwa
Wijaya telah berangkat dengan ijin Shih-pi dan Ike Mese. Tindakan
rekan-rekannya ini tidak disetujui oleh Kau Hsing, agaknya timbullah perselisihan
antara para pembesar ini. Diperkirakan Kau Hsing berada di pegunungan selama
dua minggu lebih, kita buat 16 hari. Maka ia diperkirakan kembali pada tanggal
14 Mei.
Setelah mengumpulkan divisinya ia segera mengejar Wijaya yang telah sempat
menyiapkan pasukan di tempat-tempat pengadangan. Didalam Istana Majapahit
sekarang timbul kesulitan yang harus dihadapi Majapahit terhadap pasukan
Tartar. Dalam Kidung Wijayakrama dikisahkan bagaimana sikap yang harus diambil
jika tentara Tartar menagih janji 2 orang putri Tumapel sebagai hadiah kepada
Kaisar Tartar.
Ketika Arya Wiaraja menanyakan hal tersebut semuanya terdiam, tidak berani
menjawab. Ken Sora mengemukakan pendapat bahwa tidak baik memungkiri janji yang
telah disepakati. Kemudian Ranggalawe bersuara lantang sesuai dengan wataknya “
Jangan takut sang prabu, itu hanyalah soal kecil. Jika kita harus melawan kami
bersedia mati sebagai pahlawan.
Jika paduka takut berperang tidaklah masih layak hidup di dunia. Ucapan
Ranggalawe yang lantang tersebut membangkitkan semangat dan tekat semua yang
hadir, semua setuju dan bersedia mati untuk sang Raja. Akhirnya utusan Tartar
telah datang dengan 200 orang pengiring lengkap dengan senjata dan menyerahkan
surat untuk menagih janji. Setelah surat dibaca Ken Sora memberitahukan bahwa
orang Majapahit tidak akan mengingkari janji yang telah disepakati tersebut.
Namun demikian putri Singhasari tersebut sangat miris kalau melihat senjata
karenanya putri bisa pingsan. Oleh karena itu simpanlah baik baik senjata
kalian dalam bilik yang terkunci dan beritahukan kepada pasukan pengawal yang
akan menjemput tuan Putri untuk tidak membawa senjata. Utusan kemudian kembali
membawa pesan Ken Sora kepada kepala Pasukan. 300 orang Tartar kemudian datang
menjemput tuan Putri, para pengawal dibawa masuk ke balai panjang untuk di
jamu, para wanitanya dibawa oleh Arya Wiraraja kedalam istana.
Ketika mereka sedang berpesta dengan serta merta pasukan Majapahit menyerang
mereka. Banyak diantara mereka yang terbunuh, yang selamat kemudian ditawan.
Pada tanggal 19 April 1293 Raden Wijaya kemudian menyerang tentara Mongol yang
sedang berpesta di Daha dan Canggu. Penyerangan tersebut dari arah utara dan
selatan. Kota Kediri telah dikepung, sambil menangkis serangan dari arah
selatan mereka bergerak menuju arah utara mendekati pantai tempat armadanya.
Namun dari arah utarapun diserang juga sehingga tentara Tartar yang terdesak
kemudian berbelok kearah barat .
Pasukan Tartar yang masih tersisa tidak menyadari bahwa Raden Wijaya akan
bertindak demikian Ike Mese memutuskan mundur setelah kehilangan 3.000 orang
tentaranya. Betapa hebatnya serangan Wijaya ini dapat kita perkirakan dari
laporan lain yang menyebutkan, bahwa Shih-pi sampai terputus dari pasukan yang
lain. Ini berarti bahwa daerah sepanjang jalan antara Kediri dan Ujunggaluh
benar-benar dikuasai oleh pasukan dan rakyat Desa Majapahit. Shih-pi yang
meninggalkan Kediri beberapa hari kemudian dan terputus dari pasukan yang lain
terpaksa harus dengan bertempur membuka jalan menuju Pacekan dan Ujunggaluh
yang dicapainya dengan susah-payah.
Untuk mencapai kapal-kapalnya di muara sungai ia harus bertempur
sepanjang jalan kira-kira 300 li, kira-kira 100 km. Ia kehilangan lebih dari
3000 orang tewas dalam pertempuran ini. Ini dapat dibayangkan, bagaimana jalan
pertempuran dan mengapa Shih-pi terpaksa harus menelan kekalahan. Kalau Kau
Hsing yang memimpin divisi infanteri dengan pasukan perintisnya yang terlatih
dapat mematahkan serangan Wijaya, maka pasukan berkuda Tartar yang berada dalam
devisi Shih-pi merupakan makanan empuk bagi pasukan panah Majapahit, belum lagi
kalau kuda-kuda ini dipancing masuk rawa-rawa maka orang-orang di atas kuda ini
merupakan sasaran yang baik bagi anak panah Majapahit.
Tiga ribu orang yang tewas ini kira-kira sabagian besar adalah dari kavaleri.
Shih-pi rupa-rupanya dengan tergesa-gesa masuk kapal, karena ia dikejar oleh
pasukan Wijaya sampai dekat Pacekan, di Tegal Bobot Sari. Dari sini ia berlayar
selama 68 hari kembali ke Cina dan mendarat di Chuan-chou. Kekekalahan bala tentara
Mongol oleh orang-orang Jawa hingga kini tetap dikenang dalam sejarah Cina.
Sebelumnya mereka nyaris tidak pernah kalah di dalam peperangan melawan bangsa
mana pun di dunia.
Selain di Jawa, pasukan Kublai Khan juga pernah hancur saat akan menyerbu
daratan Jepang. Akan tetapi kehancuran ini bukan disebabkan oleh kekuatan
militer bangsa Jepang melainkan oleh terpaan badai sangat kencang yang
memporakporandakan armada kapal kerajaan dan membunuh hampir seluruh prajurit
di atasnya. Expedisi Tartar meninggalkan Pulau Jawa.
Setelah para panglima kembali berkumpul di Ujunggaluh, maka dalam perundingan
diputuskan untuk kembali saja, karena tugas menghukum raja Jawa telah selesai,
dan tidak ada gunanya untuk meneruskan pertempuran, karena mereka tak mengenal
keadaan medan, mereka dapat terrpancing masuk rawa-rawa, di mana mereka tak
bisa bergerak dan dengan mudah diserang oleh orang-orang Majapahit. Kiranya
selain itu mereka juga memperhitungkan keadaan angin yang pada akhir bulan Mei
biasanya sudah mulai meniup ke Barat (angin timur) dengan tetap.
Selama kira-kira tiga bulan. Untuk bisa cepat sampai di Cina mereka harus
segera berangkat, kalau mereka tidak ingin menjumpai rintangan berupa taifun
atau angin yang tidak menentu. Maka mereka dapat sampai di Chuang Chou setelah
68 hari meninggalkan Jawa. Juga kemungkinan kejangkitan wabah mereka
perhitungkan. Kalau mereka lebih lama berada di rawa-rawa di muara sungai ini,
dikuatirkan akan bertambahnya korban disebabkan oleh malaria dan penyakit lain.
Maka diputuskan lebih baik kembali daripada menderita lebih banyak kerugian,
untuk menghindari kegagalan total, karena tidak mengenal medan, penyakit dan
kehancuran oleh tifun di laut. Menjelang akhir bulan Maret, yaitu di hari
ke-24, seluruh pasukan Mongol kembali ke negara asalnya dengan membawa tawanan
para bangsawan Singhasari ke Cina beserta ribuan hadiah bagi kaisar.
Sebelum berangkat mereka menghukum mati Jayakatwang dan anaknya sebagai
ungkapan rasa kesal atas ‘pemberontakan’ Raden Wijaya. Kitab Pararaton memberikan
keterangan yang kontradiktif, disebutkan bahwa Jayakatwang bukan mati dibunuh
orang-orang Mongol melainkan oleh Raden Wijaya sendiri, tidak lama setelah
ibukota kerajaan Kadiri berhasil dihancurkan.
Demikianlah tentara tartar tidak sempat mengatur siasat dan kehilangan begitu
banyak tentaranya akhirnya meninggalkan Jawa tanggal 24 April 1293, dengan
membawa pulang lebih dari 100 orang tawanan, peta, daftar penduduk, surat
bertulis emas dari Bali, dan barang berharga lainnya yang bernilai sekitar 500.000
tahil perak. Ternyata kegagalan Shih Pi menundukkan Jawa harus dibayar mahal
olehnya.
Ia menerima 17 kali cambukan atas perintah Kublai Khan, seluruh harta
bendanya dirampas oleh kerajaan sebagai kompensasi atas peristiwa yang
meredupkan kebesaran nama bangsa Mongol tersebut. Ia dipersalahkan atas
tewasnya 3.000 lebih prajurit dalam ekspedisi menghukum Jawa tersebut. Selain
itu, peristiwa ini mencoreng wajah Kublai Khan karena untuk kedua kalinya
dipermalukan orang-orang Jawa setelah raja Kartanegara melukai wajah Meng Chi.
Namun sebagai raja yang tahu menghargai kesatriaan, tiga tahun kemudian nama
baik Shih Pi direhabilitasi dan harta bendanya dikembalikan. Ia diberi hadiah
jabatan tinggi dalam hirarkhi kerajaan Dinasti Yuan yang dinikmatinya sampai
meninggal dalam usia 86 tahun.
Tentara Tartar meninggalkan jawa setelah diserang oleh tentara Majapahit
Setelah kekalahan tentara mongol di Jawa karena siasat Raden Wijaya, Kubilai
Khan tidak mengirimkan pasukan lagi ke AsiaTenggara. Hal tersebut dikarenakan
dinasti Yuan sedang konsentrasi di dalam Negeri termasuk membangun ibukota
khanbalik. pembangunan ibukota Khan balik ini yang membuat Mongol menjadi
berunbah ada yang mengatakan menjadi lemah karena asalnya Mongol adalah suku
pengembara.
pada tahun 1297 Raden Wijaya mengirim utusan ke Beijing untuk berdamai. Kublai
Khan senang dan tidak lagi menuntut raja Jawa datang ke Beijing. Akhirnya
cita-cita Raden Wijaya untuk menjatuhkan Daha dan membalas sakit hatinya kepada
Jayakatwang dapat diwujudkan dengan memanfaatkan tentara Tartar.Raden Wijaya kemudian memproklamirkan berdirinya sebuah kerajaan baru yang
dinamakan Majapahit.RAJA RAJA MAJAPAHIT
Raden Wijaya adalah pendiri kerajaan Majapahit tahun
1293 setelah berhasil mengalahkan Prabu Jayakatwang dari Kerajaan Kadiri dan
berhasil memukul mundur pasukan Mongol dari tanah Jawa.


Untuk menggambarkan bagaimana pemerintahan Majapahit pada jaman pemerintahan
Raden Wijaya dan Raja Raja selanjutnya berikut akan diutarakan terlebih dahulu
Nama Raja – Raja yang memerintah dari tahun berdirinya Majapahit sampai
berakhirnya kerajaan tersebut yang ditandai dengan tahun Candrasengkala yaitu
Senja Ilang Kertaning Bumi.
  1. Raden
    Wijaya, bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1293 – 1309)
  2. Kalagamet,
    bergelar Sri Jayanegara (1309 – 1328)
  3. Sri
    Gitarja, bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 – 1350)
  4. Hayam
    Wuruk, bergelar Sri Rajasanagara (1350 – 1389)
  5. Wikramawardhana
    (1389 – 1429)
  6. Suhita
    (1429 – 1447)
  7. Kertawijaya,
    bergelar Brawijaya I (1447 – 1451)
  8. Rajasawardhana,
    bergelar Brawijaya II (1451 – 1453)
  9. Purwawisesa
    atau Girishawardhana, bergelar Brawijaya III (1456 – 1466)
  10. Pandanalas,
    atau Suraprabhawa, bergelar Brawijaya IV (1466 – 1468)
  11. Kertabumi,
    bergelar Brawijaya V (1468 – 1478)
  12. Girindrawardhana,
    bergelar Brawijaya VI (1478 – 1498)
  13. Hudhara,
    1. bergelar Brawijaya VII (1498-1518)